Discover
Ruang Tanpa Suara

Ruang Tanpa Suara
Author: ant
Subscribed: 0Played: 0Subscribe
Share
© ant
Description
Selamat datang di podcast Ruang Tanpa Suara, podcast yang berusaha membersamai riuhnya isi kepala yang tak tahu ingin diudarakan kemana, kegelisahan-kegelisahan yang tak tahu harus di rumahkan kemana. Terima kasih karena ingin mendengarkan dan didengarkan. Terima kasih karena masih berusaha menghidupkan nafas yang kau punya. Semoga kalian menemukan jawaban atau mungkin alasan untuk bisa terus bertahan besoknya. Bersuaralah! Karena barangkali itu adalah jawaban sederhana yang kita butuhkan.
14 Episodes
Reverse
Kita suka lupa bertanggung jawab terhadap doa-doa kita yang sudah terkabulkan. Dulu kita sangat percaya bahwa berada di titik yang kita doakan ini, kita akan menjadi manusia yang bahagia. Sayangnya kita mulai melupakan doa-doa kita, mengingkari janji kita dengan diri sendiri bahwa kita akan bersyukur lebih banyak, lupa untuk merasa cukup dengan apa yang sudah kita miliki dan capai hingga saat ini.
Sebelum kita mulai berusaha untuk mengejar tujuan, kita harus tau apa yang benar-benar kita inginkan dalam hidup. Sebab bila kita tidak tahu hidup seperti apa yang kita inginkan, maka kita akan berakhir dengan banyak hal yang tidak kita yakini dan menjadi mudah goyah, serta mudah ragu dalam melangkah.
Hidup cuma ada sekali, yang karena hanya ada sekali sehingga membuat kita selalu terburu-buru untuk mencapai semua yang kita inginkan. Rasanya semuanya ingin kita mulai dan coba karena takut kita tidak punya cukup waktu untuk mewujudkan semua mimpi. Tapi pernahkah kita sadar bahwa mati juga cuma ada sekali? Lalu kenapa cuma hidup yang kita siapkan?
Akhir-akhir ini aku juga mulai tersadar bahwa selama ini aku terlalu fokus untuk menjadi besar dan membanggakan orang yang aku sayang sampai lupa bahwa aku tak tahu waktuku sampai kapan. Memangnya ada yang menjamin bahwa kita akan meninggal saat semua impian sudah terwujud? Saat kita akhirnya bisa menikah didepan kedua orang tua? Memangnya ada yang bisa menjamin kita akan hidup sampai minggu depan? Padahal jika ingin menjadi lebih sederhana kita bisa membahagiakan mereka saat ini juga tanpa tunggu sukses terlebih dahulu.
Sulitnya being a sensitive person. Aku mengangkat topik ini karena aku merasa aku adalah orang yang cukup sensitif dan aku merasa menjadi sensitif sangatlah merepotkan. Orang yang sensitif umumnya lebih mudah merasakan dan menyerap emosi orang lain. Mereka merespon lebih terhadap dunia di sekitar mereka. Hal inilah yang juga kadangkali membuat mereka termasuk saya, menjadi overwhelming dan berujung menganggap being a sensitive person is a weakness. Tapi nyatanya tidak sama sekali. Menjadi sensitif bukanlah kekurangan melainkan kekuatan yang tidak dimiliki semua orang.
Kita adalah pengarang sekaligus tokoh utama dalam hidup kita. Kita adalah tokoh yang memiliki andil penuh untuk menentukan hidup kita akan dibawa kemana dan kita pula yang menjalankan pilihan itu. Dalam sebuah cerita, tokoh utama tidak boleh berjalan sendirian, mereka butuh pameran figuran di mana mereka juga punya ceritanya sebagai pemeran utama dan pengarang di hidup mereka masing masing. Sehingga kita tidak bisa mengontrol hidup dan cerita orang lain sesuai dengan alur yang kita buat dan keyakinan yang kita anggap benar. Jadi kita harus sadar bahwa mereka juga sudah menentukan cerita mereka sendiri, pilihan mereka sendiri, dan jika mereka gagal atau kita gagal itu menjadi tanggung jawab masing-masing pemeran utama.
Bercerita membawa seseorang untuk bisa melihat sesuatu dari kacamata berbeda. Bercerita bisa meringankan beban hati, juga bisa menjadi penyelamat bagi orang lain. Bercerita dengan orang yang kita percayai takkan membebani siapa pun tapi akan menyembuhkan salah satu atau keduanya.
Kini kalian bisa membagi cerita kalian melalui email ruangtanpasuara@gmail.com atau kalian bisa dm melalui ig @ruang.tanpasuara. Karena kisah kalian juga berharga untuk diceritakan dan didengarkan.
Kini rasanya media sosial sudah menjadi buku harian bagi beberapa orang, menjadi tempat untuk mencurahkan perasaan, kesibukan, kesukaan, bahkan hal-hal yang harusnya bersifat privasi. Fenomena ini seharusnya mengajarkan kita untuk lebih belajar menghargai orang lain dalam mengekspresikan diri mereka di akun yang mereka miliki sendiri. Tidak semua orang punya teman curhat, tidak semua orang yang sharing di media sosial bertujuan untuk mencari atensi, tapi memang hanya untuk menjadi diri mereka sendiri. Jangan sampai mereka menjadi ragu mengungkapkan perasaan mereka di akun yang mereka miliki. Merasa perasaan dijudge orang ternyata lebih menyeramkan dan melelahkan ketimbang memendam semua beban dan perasaan mereka sendirian. Karena untuk beberapa orang saat ini, menggunggah perasaan adalah hal yang sulit dilakukan karena lebih banyak yang menghakimi daripada yang menghargai. Padahal bisa jadi hanya dengan cara itu mereka bisa memberitahu orang lain kalau mereka tidak sedang baik-baik saja. Cukup seperti itu. Karena kadangkali dengan orang cukup tahu keberadaan dan keadaan kita. Kita tidak merasa sendirian.
Saat dititik terendah kadangkali aku menginginkan seseorang berada di sampingku. Keinginanku tersebut kemudian membuatku bertanya, "Apakah jika nanti aku dipertemukan dengan orang baru lagi, aku sudah siap untuk memulai relationship dengan orang tersebut?" Lalu pertanyaan itu memunculkan pertanyaan yang kontradiktif lainnya, "Apa aku menanyakan hal tersebut karena aku masih belum merasa cukup dengan diriku sendiri? Apa ia aku masih belum merasa cukup bahagia hanya dengan bermodalkan diriku sendiri? Sehingga aku berharap untuk bisa memulai relationship lagi untuk memenuhi hal-hal yg tidak cukup tersebut?" Bahwa benar pada saat itu, itu hanya salah satu bentuk ketidakberdayaanku untuk bisa menghadapi masalah sendiri. Salah satu bentuk pelarian yang ingin aku lakukan karena merasa tidak mampu menghadapi masalahku secara mandiri. Lalu kapan waktu yang tepat untuk kita memulai kembali hubungan bersama seseorang? Mari dengarkan.
Ruang tanpa suara yang kita rahasiakan, kini cobalah untuk kita suarakan beberapa. Karena hidup tidak pernah menuntut kita untuk terus berhasil sendirian. Karena tidak ada salahnya kamu mendapat jawaban dari mereka yang sudah melewatinya. Karena barangkali, bersuara adalah jawaban sederhana yang kita butuhkan.
Music: Ruang Tanpa Rencana - Alya Zurayya (Instrumental Version)
"How Will You Know If You Ready?" Untuk memulai sesuatu sebenarnya kita tidak pernah benar-benar siap dan kita tak perlu menunggu untuk itu karena kadangkali kesiapan muncul saat kita sudah melakukan sesuatu, karena kita takkan bisa siap dan membiasakan diri jika kita tidak pernah memulainya.
Jika kalian butuh teman cerita, ingin didengarkan dan ingin agar kisah kalian bisa saya bacakan di podcast ruang tanpa suara di sesi Bersua(ra), kalian bisa kirim cerita yang kalian punya ke email ruangtanpasuara@gmail.com. Kalian bisa mengisi subjeknya dengan judul cerita yang ingin kalian sampaikan dan di badan email bisa kalian tambahkan notes jika ada nama atau hal yang ingin kalian samarkan atau bisa jadi kalian hanya ingin balasan dariku secara pribadi tanpa perlu dibacakan. Info selengkapnya bisa kalian temukan di instagram @ruang.tanpasuara
Jika kalian butuh teman cerita, ingin didengarkan dan ingin agar kisah kalian bisa saya bacakan di podcast ruang tanpa suara di sesi Bersua(ra), kalian bisa kirim cerita yang kalian punya ke email ruangtanpasuara@gmail.com. Kalian bisa mengisi subjeknya dengan judul cerita yang ingin kalian sampaikan dan di badan email bisa kalian tambahkan notes jika ada nama atau hal yang ingin kalian samarkan atau bisa jadi kalian hanya ingin balasan dariku secara pribadi tanpa perlu dibacakan.
Fenomena ketidakamanan ruang bagi perempuan sangat dekat dengan kita, bahkan kita pribadi mungkin masih banyak menemui orang-orang di sekitar kita yang malah memvalidasi bentuk-bentuk seksisme, marginalisasi, hingga deskriminasi pada perempuan, yang mana aturan-aturan yang distrukturisasi oleh sosial tersebut akan semakin membenarkan tindakan pelecehan seksual sehingga ketika tindakan pelecehan terjadi, perempuan bukannya mendapat pertolongan, Ia malah sering diobjektivikasi dengan mempertanyakan pakaian yang ia kenakan, kenapa masih berkeliaran sendiri saat malam, dan pertanyaan seksis lainnya. Yang awalnya mereka korban, malah sosial menjadikan mereka sebagai pelaku yang menyebabkan pelecehan itu terjadi. Lalu masih bisakah kita mewujudkan ruang aman bagi perempuan?
Seringnya kita mencari rumah atau tempat nyaman di luar dari diri. Merasa bahwa ada banyak hal yang bisa kita peroleh di tempat lain, melupakan bahwa rumah pertama yang harus kita bangun, rumah pertama yang akan memeluk kita saat kita lelah, dan rumah pertama yang akan bersorak saat kita bahagia adalah diri kita sendiri. Karena seberapa pun sering kalian lupakan dan tinggalkan, rumah kalian adalah tempat yang akan selalu bertahan menunggumu pulang. Lalu mengapa hal tersebut terjadi? Dan apa yang harus kita lakukan untuk membangun rumah yang kita punya? Apa ia dengan bermodal diri sendiri kita bisa merasa cukup?
Awal tahun seringkali jadi momentum untuk menata ulang tujuan dan memperbaiki diri. Starting point untuk menyusun kembali rencana-rencana baru atau menyelesaikan rencana yang belum sempat diwujudkan tahun lalu. Lalu apa ia kita butuh tunggu tahun baru untuk bisa berubah? Tapi katanya "Ikut alur aja!" biar nggak kecewa.