Rangkai Kata Rupawan

Mencoba untuk membentuk sebuah teologi suara dalam pekik keriuhan sunyi... Apakah ada bisu yang bersuara seumpama hampa yang padat berisi?

Sepasang Tamu - Joko Pinurbo

Wah, mewah benar bekas ruang tamu kesayanganku.Ada pendingin udaranya, ada cermin besarnya,ada pula lukisan tidak jelas yang pasti sangat mahal harganya.

05-31
05:15

Diatas Meja - Joko Pinurbo

Harum darahmu dihalaman halaman buku...

05-27
00:47

Atau - Joko Pinurbo

Selesai saya mandi, perempuan itu hilang entah kemana...

05-27
02:07

Di Bawah Kibaran Sarung - Joko Pinurbo

Di bawah kibaran sarung anak-anak berangkat tidurdi haribaan malam. Tidur mereka seperti tiduryang baka. Tidur yang dijaga dan disambangiseorang lelaki kurus dengan punggung melengkung,mata yang dalam dan cekung.“Hidup orang miskin!” pekiknyasambil membentangkan sarung.“Hidup sarung!” seru seorang perempuan,sahabat malam, yang tekun mendengarkan hujan.Lalu ia mainkan piano, piano tua, di dada lelaki itu.“Simfoni batukmu, nada-nada sakitmu,musik klasikmu mengalun merdusepanjang malam,” hibur perempuan itudengan mata setengah terpejam.Di bawah kibaran sarungrumah adalah kampung.Kampung kecil di mana kaubisa ngintip yang serba gaib:kisah senja, celoteh cinta,sungai coklat, dada langsat,parade susu, susu cantik,dan pantat nunggingyang kausebut nasib.Kampung kumuh di mana penyakit,onggokan sampah, sumpah serapah,anjing kawin, maling mabuk,piring pecah, tikus ngamukadalah tetangga.“Rumahku adalah istanaku,”kata perempuan itu sambil terusmemainkan pianonya, piano tua,piano kesayangan.“Rumahku adalah kerandaku,”timpal lelaki itu sambil terusmeletupkan batuknya, batuk darah,batuk kemenangan.Dan seperti kerandamencari penumpang,dari jauh terdengar suara andongmemanggil pulang.Kling klong kling klong.Di bawah kibaran sarungaku tuliskan puisimu,di rumah kecil yang dingin terpencil.Seperti perempuan perkasayang betah berjaga menemani kantuk,menemani sakit di remang cahaya:menghitung iga, memainkan pianodi dada lelaki tuayang gagap mengucap doa.Ya, kutuliskan puisimu,kulepaskan ke seberangseperti kanak-kanak berangkat tidurdi haribaan malam.Ayo temui aku di bawah kibaran sarung,di tempat yang jauh terlindung.(1999)Joko Pinurbo

05-24
05:00

Ibu Kopi

Malam saya terbuat dari jalanan kampung yang basah, hujan yang baru saja mati,rindu yang hampir kedaluwarsa,sepi yang tak lagi berfungsi,dan seorang penjual kopiyang mondar-mandir mendorong gerobak kopinya.Sendok kopi memukul-mukul cangkir kopidan suara kopi memantul-mantuldi jidat para penggemar kopiyang sedang berjuang melawan kantuk dan lupa.Harum kopinya terbuat dari harum darahnya.Hitam kopinya terbuat dari hitam nasibnya.Ia masih muda, sekian tahun yang silamdiambil negara di sebuah huru-hara,dan sampai sekarang masih dicari-cari oleh ibunya.Sendok kopi memukul-mukul cangkir kopi.Saya datang mau membeli kopi,tapi si penjual kopi tak ada. Saya hanyabertemu dengan gerobak kopinya.Saya hanya mendengar suaranya:“Minumlah kopiku sebagai kenangan akan daku.”Malam saya terbuat dari jalanan kampungyang basah, hujan yang baru saja mati,dan seorang ibu yang berjalan sendirianmendorong gerobak kopi anaknya.“Selamat malam, Bu. Semua kopi menyayangimu.”Jokpin 2014

05-22
02:26

Di Salon Kecantikan - Joko Pinurbo

Ia duduk seharian di salon kecantikan.Melancong ke negeri-negeri jauh di balik cermin.Menyusuri langit putih biru jinggadan selalu pada akhirnya: terjebak di cakrawala.“Sekali ini aku tak mau diganggu.Waktu seluruhnya untuk kesendirianku.”Senja semakin senja.Jarinya meraba kerut di pelupuk mata.Tahu bahwa kecantikan hanya perjalanan sekejapyang ingin diulur-ulur terusnamun toh luput juga.Karena itu ia ingin mengatakan:“Mata, kau bukan lagi bulan binalyang menyimpan birahi dan misteri.”Ia pejamkan matanya sedetikdan cukuplah ia mengertibahwa gairah dan geloraharus ia serahkan kepada usia.Toh ia ingin tegar bertahandari ancaman memori dan melankoli.Ia seorang pemberanidi tengah kecamuk sepi.Angin itu sayup.Gerimis itu lembut.Ia memandang dan dipandangwajah di balik kaca.Ia dijaring dan menjaringdunia di seberang sana.Hatinya tertawan di simpang jalanmenuju fantasi atau realita.Mengapa harus menyesal?Mengapa takut tak kekal?Apa beda selamat jalan dan selamat tinggal?Kecantikan dan kematian bagai saudara kembaryang pura-pura tak saling mengenal.“Aku cantik.Aku ingin tetap mempesona.Bahkan jika ia yang di dalam cerminmerasa tua dan sia-sia.”Yang di dalam kaca tersenyum simpuldan menunduk malumelihat wajah yang diobrak-abrik tatawarna.Alisnya ia tebalkan dengan impian.Rambutnya ia hitamkan dengan kenangan.Dan ia ingin mengatakan:“Rambut, kau bukan lagi padang rumputyang dikagumi para pemburu.”Kini ia sampai di negeri yang paling ia kangeni.“Aku mau singgah di rumah yang terang benderang.Yang dindingnya adalah kaki langit.Yang terpencil terkucil di seberang ingatan.Aku mau menengok bunga merahyang menjulur liardi sudut kamar.”Ada saatnya ia waswaskalau yang di dalam cermin memalingkan mukakarena bosan, karena tak betah lagi berlama-lamamenjadi bayangannyalalu melengos ke arah tiada.Lagu itu lirih.Suara itu letih.Di ujung kecantikan jarum jammulai mengukur irama jantungnya.“Aku minta sedikit waktu lagibuat tamasya ke dalam cemas.Malam sudah hendak menjemputkudi depan pintu.”Keningnya ia rapatkan pada kaca.Pandangnya ia lekatkan pada cahaya.Ia menatap. Ia melihat pada bola matanyasegerombolan pemburu beriringan pulangmembawa bangkai singa.Senja semakin senja.Kupu-kupu putih hinggap di pucuk payudara.Tangannya meremas kenyal yang surutdari sintal dada.Dan ia ingin mengatakan:“Dada, kau bukan lagi pegunungan indahyang dijelajahi para pendaki.”Ia mulai tabah kinijustru di saat cermin hendak merebutdan mengurung tubuhnya.“Serahkan. Kau akan kurangkum,kukuasai seluruhnya.”Ia ingin masih cantikdi saat langit di dalam cermin berangsur luruh.Hatinya semakin dekatkepada yang jauh.

05-22
05:50

Daerah Terlarang - Joko Pinurbo

Tiba di ranjang, setelah lama menggelandangia memasuki daerah terlarang.Ranjang telah dikelilingi pagar kawat berduridan ada anjing galak siap menghalau pencuri.“Kawasan Bebas Seks,”bunyi sebuah papan peringatan.Tak terdengar lagi cinta. Tak terdengar lagiajal yang meronta pada tubuhyang digelinjang nafsu dalam nafasyang mendesah ah, mengeluh uh.Memang ada yang masih bermukimdi ranjang: merawat ketiak, mengurus lemak,dan dengan membelalak ia membentak,“Pergi! Tak ada seks di sini.”“Kau kalah,” katanya. “Dulu kautinggalkanranjang, sekarang hendak kaurampassisa cinta yang kuawetkan.”“Tunggu pembalasanku,” timpalnya,“suatu saat aku akan datang lagi.”“Kutunggu kau di sini,” ia menantang,“akan kukubur jasadmu di bawah ranjang.”Ia pun pergi meninggalkan daerah terlarangdengan langkah seorang pecundang.“Tunggu!” teriak seseorang dari dalam ranjang.Tapi ia hanya menoleh dan mengepalkan tangan.(1998)Joko Pinurbo

05-14
02:17

Kisah Semalam - Joko Pinurbo

Yang ditunggu belum juga datang dan masihdigenggamnya surat terakhir yang sudah dibacaberulang: Aku pasti pulang pada suatu akhir petang.Tentu dengan bunga plastik yang kauberikansaat kau mengusirku sambil menggebrak pintu:“Minggat saja kau, bajingan. Aku akan selamanyadi sini, di rumah yang terpencil di sudut kenangan.”Belum sudah ia bereskan resahnyadan malam buru-buru mengingatkan,“Kau sudah telanjang, kok belum juga mandidan berdandan.” Maka ia pun lekas berdiridan dengan berani melangkah ke kamar mandi.“Aku mau bersih-bersih dulu. Aku mauberendam semalaman, menyingkirkan segalayang berantakan dan berdebu di molek tubuhmu.”Dan suntuklah ia bekerja, membangun kembalikeindahan yang dikira bakal cepat sirna:kota tua yang porak-poranda pada wajah yang mulaikumal dan kusam; langit kusut pada matayang memancarkan cahaya redup kunang-kunang;hutan pinus yang meranggas pada rambutyang mulai pudar hitamnya; padang rumput keringpada ketiak yang kacau baunya; bukit-bukit keriputpada payudara yang sedang susut kenyalnya;pegunungan tandus pada pinggul dan pantatyang mulai lunglai goyangnya; dan lembah dukayang menganga antara perut dan paha.Benar-benar pemberani. Tak gentar ia pada sepidan gerombolannya yang mengancam lewat lolonganjing di bawah hujan. Ada suara memanggil pelan.Ada cermin besar hendak merebut sisa-sisakecantikan. Ada juga yang mengintip diam-diamsambil terkagum-kagum: “Wow, gadiskuyang rupawan tambah montok dan menawan. Akuingin mengajaknya lelap dalam hangat pertemuan.”“Ah, dasar bajingan. Kau cuma ingin mencurikecantikanku. Kau memang selalu datang dan pergitanpa setahuku. Masuklah kalau berani.Pintunya sengaja tak aku kunci.”Tak ada sahutan. Cuma ada yang cekikikandan terbirit-birit pergi seperti takut ketahuan.“Baiklah, kalau begitu, permisi. Permisi cermin.Permisi kamar mandi. Permisi gunting, sisir,bedak, lipstik, minyak wangi dan kawan-kawan.Aku sekarang mau tidur. Aku mau terbang tinggi,menggelepar, dalam jaring melankoli.”Sesudah itu ia sering mangkal di kuburan,menunggu kekasihnya datang. Tentu dengansetangkai kembang plastik yang dulu ia berikan.1996Joko Pinurbo

05-14
04:33

Recommend Channels