Discover
Ruang Publik
Ruang Publik
Author: KBR Prime
Subscribed: 24Played: 1,157Subscribe
Share
© KBR Prime
Description
Perbincangan khas KBR. Mengangkat hal-hal yang penting diketahui demi kemaslahatan masyarakat. Hadir juga di 100 radio jaringan KBR se-Indonesia.
Kunjungi kbrprime.id untuk mendengarkan berbagai podcast menarik produksi KBR.
Kunjungi kbrprime.id untuk mendengarkan berbagai podcast menarik produksi KBR.
1581 Episodes
Reverse
Pemerintah menggenjot pemulihan pascabencana Sumatra, yang mencakup rehabilitasi dan rekonstruksi, di antaranya pembangunan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) untuk para korban. Sebanyak 2.603 unit huntap ditargetkan rampung bulan ini. Adapun, jumlah rumah rusak akibat bencana mencapai lebih dari 147 ribu unit, menurut data BNPB per 22 Desember 2025.Progres pemulihan mendapat tantangan berupa minimnya anggaran dan tarik ulur soal bantuan internasional. Butuh paling tidak lima tahun untuk memulihkan Sumatra, menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).Sedangkan, Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias, berkaca pada tsunami 2004, memperkirakan pemulihan total seluruh wilayah terdampak bencana Sumatra bisa memakan waktu 20 hingga 30 tahun, jika sepenuhnya bergantung pada kemampuan pemerintah.Bagaimana perkembangan rehab-rekon di lapangan? Apa saja kendalanya? Apakah strategi pemerintah dalam mempercepat pemulihan sudah tepat?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Juru Bicara Pemerintah Aceh sekaligus Sekretaris Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (2006-2009) Teuku Kamaruzzaman, Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) Aisyah Zakkiyah, dan Guru Besar Manajemen Kebencanaan Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno.
Gubernur seluruh Indonesia diminta menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 selambatnya Rabu, 24 Desember 2025. Formula baru penghitungan kenaikan upah minimum sudah diteken Presiden Prabowo 16 Desember lalu. Rumus dasarnya adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan indeks alfa, dengan rentang 0,5 hingga 0,9. Indeks alfa merepresentasikan kontribusi tenaga kerja terhadap upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota. Seperti apa dinamika jelang penetapan upah minimum 2026? Apa pandangan buruh dan pengusaha terkait formulasi penghitungan upah minimum yang diteken Presiden Prabowo? Berapa perkiraan besaran kenaikan UMP 2026? Bagaimana jika tidak terjadi titik temu?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Vice President Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Otonomi Daerah Sarman Simanjorang, dan Pengamat Ketenagakerjaan sekaligus Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar.
Pernyataan Presiden Prabowo "Papua harus ditanami sawit demi BBM, tebu dan singkong untuk etanol" mengundang kecaman publik. Pasalnya, ungkapan itu dilontarkan saat Sumatra tengah menderita, terdampak bencana ekologi yang disebabkan masifnya degradasi lahan.Prabowo seolah menafikan data Kementerian Lingkungan Hidup yang menemukan indikasi kuat penyerobotan hutan dan lahan untuk sawit serta tambang. Praktik ini menghilangkan fungsi hutan sebagai pengendali tata air alami dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.Dalih Prabowo bahwa sawit Papua bisa menghemat Rp250 triliun per tahun untuk subsidi dan impor BBM tak sepadan dengan kerugian akibat bencana. DPR menaksir kerugian materiil dari bencana Sumatra lebih dari Rp200 triliun.Bagaimana suara warga lokal menyikapi keinginan Prabowo agar Papua ditanami sawit? Seperti apa kondisi terbaru hutan-hutan di Papua? Seberapa masif degradasi terjadi dan bagaimana dampaknya ke masyarakat dan lingkungan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Kepala Divisi Kampanye Eksekutif Nasional WALHI Uli Arta Siagian, Direktur Justice, Peace, and Integrity of Creation Ordo Fratrum Minorum (JPIC OFM) Papua Alexandro Rangga OFM, dan Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Rokhmin Dahuri.
Indonesia berkomitmen pada agenda global 2030 untuk mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat, termasuk mencapai target 95-95-95 yaitu:95% orang yang hidup dengan HIV mengetahui status mereka;95% dari mereka yang terdiagnosis menerima pengobatan antiretroviral (ARV);95% dari mereka yang menjalani pengobatan mencapai supresi virus.Meskipun telah mencapai kemajuan penting, Indonesia masih menghadapi berbagai gangguan dan tantangan struktural seperti perubahan dalam pembiayaan kesehatan, integrasi layanan dalam jaminan kesehatan nasional, kesenjangan sumber daya manusia, hambatan geografis, ketidaksetaraan dalam akses terhadap layanan berkualitas, serta stigma dan diskriminasi yang terus berlanjut.Tinjauan Program Bersama dan rangkuman program nasional baru-baru ini telah menghasilkan temuan penting tentang pencapaian, kesenjangan, dan rekomendasi untuk memperkuat respons. Wawasan ini perlu dikomunikasikan kepada publik dalam bahasa yang jelas dan mudah dipahami, sehingga masyarakat memahami posisi Indonesia dan apa yang masih perlu dilakukan untuk mencapai target 95-95-95 dan 2030.Apakah strategi kita sudah cukup tajam? Apakah sistem kita siap mendukung percepatan? Apakah komitmen semua pihak kuat untuk memastikan target 2030 benar-benar tercapai? Kita akan berbincang lebih jauh soal ini.
Presiden Prabowo dan jajarannya di berbagai kesempatan memamerkan capaian proyek Makan Bergizi Gratis (MBG). Tingkat keberhasilannya diklaim nyaris sempurna, 99,9 persen, padahal kasus keracunan melampaui 15 ribu setahun terakhir. MBG juga diklaim memberi manfaat besar, diantaranya menciptakan lapangan kerja baru, membantu UMKM, hingga mendongkrak prestasi siswa penerima. Namun, riset terbaru Center of Economic and Law Studies (CELIOS) yang dirilis Senin (15/12) lalu, menampilkan wajah berbeda dari MBG. Program unggulan Prabowo ini dinilai tak memenuhi tujuan utama yang ditetapkan, seperti, perbaikan status gizi anak, perbaikan pelaku ekonomi lokal, hingga penciptaan lapangan kerja baru. Kasus keracunan akibat MBG diproyeksi oleh CELIOS bakal naik menjadi lebih dari 22 ribu kasus pada Juni 2026.Bagaimana gambaran lengkap temuan riset CELIOS? Seperti apa evaluasinya? Bagaimana dengan alokasi anggaran MBG Rp335 triliun untuk tahun depan? Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Peneliti CELIOS Isnawati Hidayah dan Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati Tangka.
Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) bersikukuh meluncurkan buku sejarah Indonesia versi baru, meski prosesnya diselimuti polemik. Buku "Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global" terdiri dari sepuluh jilid, mencakup perjalanan panjang Indonesia mulai dari akar peradaban Nusantara, interaksi global, masa kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga era Reformasi dan konsolidasi demokrasi sampai 2024.Meski mengaku belum membaca satu lembar pun, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengklaim buku sejarah yang diluncurkan pada Minggu (14/10) itu murni ditulis 113 sejarawan tanpa campur tangan pemerintah. Karya tersebut semacam buku sejarah resmi Indonesia dan bakal menjadi acuan yang diajarkan di sekolah-sekolah.Seperti apa isi sejarah Indonesia versi pemerintah ini? Apakah tragedi pemerkosaan massal 1998 masuk di dalamnya? Bagaimana dengan sejarah '65? Seperti apa tanggapan masyarakat sipil dan akademisi yang konsisten menolak proyek penulisan ulang sejarah nasional? Apakah ada celah untuk melakukan revisi? Bagaimana prosesnya? Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Direktur Sejarah dan Kemuseuman Kementerian Kebudayaan Prof. Agus Mulyana dan Profesor Riset Purna Bakti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Asvi Warman Adam.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo dikritik melakukan pembangkangan terhadap putusan MK yang melarang anggota polisi aktif menduduki jabatan sipil. Polisi harus mundur jika ingin mengisi jabatan di luar institusi kepolisian.Alih-alih patuh, Listyo justru menerbitkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2025 yang membolehkan polisi menjabat di 17 kementerian/lembaga, diantaranya di Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, hingga KKP. Mereka bisa mengisi posisi manajerial maupun nonmanajerial.Di sisi lain, muncul sejumlah dukungan terhadap langkah Kapolri ini, termasuk dari Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman. Ia mengklaim Perkap Nomor 10 Tahun 2025 konstitusional dan tidak bertentangan dengan putusan MK. Sebab, MK tidak membatalkan frasa "jabatan yang tidak memiliki sangkut paut dengan kepolisian", sehingga masih ada kemungkinan polisi menjabat di instansi sipil sepanjang tugasnya ada sangkut pautnya dengan Polri.Bagaimana membaca perbedaan tafsir ini? Adakah jalan untuk mengakhiri polemik tersebut? Apa saja konsekuensi jika Perkap Nomor 10 benar-benar dijalankan? Apakah hal itu sejalan dengan agenda reformasi Polri?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (Koalisi RFP) Aulia Rizal, Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti, dan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Dr. Yusuf Warsyim, MH.
Presiden Prabowo disomasi ratusan organisasi masyarakat sipil pada Rabu (10/12), untuk menetapkan banjir dan longsor Sumatra sebagai bencana nasional. Situasi kemanusiaan, kerusakan infrastruktur, dan skala dampak ekologisnya dinilai memenuhi seluruh indikator penetapan status tersebut.Somasi ini menguatkan gugatan warga negara (citizen lawsuit) kepada 12 pejabat negara oleh sejumlah warga Sumatra Barat. Gugatan itu dialamatkan kepada presiden hingga kepala daerah karena dianggap lalai mencegah dan menangani bencana ekologis di Sumatra.Desakan penetapan bencana nasional untuk banjir-longsor Sumatra sudah kencang disuarakan sejak awal, tetapi tak digubris. Pemerintah malah berulang kali mengklaim kecukupan anggaran untuk penanganan bencana Sumatra. Prabowo menjanjikan Rp4 miliar kepada 52 kabupaten/kota dan Rp20 miliar untuk provinsi terdampak bencana.Mengapa aspirasi warga lewat gugatan ini harus didengarkan pemerintah? Apa konsekuensinya? Apakah alokasi anggaran yang disiapkan pemerintah cukup memulihkan semua area terdampak?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Juru Bicara Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi Aceh Murthalamuddin dan Direktur LBH Banda Aceh Aulianda Wafisa.
Tiga pekan usai bencana ekologis mengguncang Sumatra, pemerintah pusat dan daerah terkesan berselisih jalan menyikapi tawaran bantuan dari luar negeri. Jajaran kabinet Prabowo tegas menolak bantuan internasional dan bersikukuh mampu menangani sendiri situasi krisis ini. DPR pun mendukungnya. Sementara, Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) malah mengonfirmasi masuknya bantuan asing dari Malaysia dan China berupa tenaga medis, relawan, dan obat-obatan.Sikap pusat dikritik karena memperlambat penanganan dan pemulihan pascabencana. Padahal masih banyak korban hilang, sejumlah wilayah terisolasi, hingga ratusan ribu pengungsi yang sulit mengakses kebutuhan dasar.Tepatkah sikap pemerintah menolak bantuan asing? Bagaimana jika dibandingkan dengan situasi pascabencana tsunami 2004? Apa saja risikonya ketika Indonesia membuka pintu untuk bantuan internasional dan bagaimana bila tetap menolak? Atau adakah titik tengah yang bisa diupayakan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Umum Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) Dr. Avianto Amri, ST, MRes dan Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah, Ph.D.
Per 7 Desember, sebanyak 2.900 sekolah rusak imbas bencana ekologis di Sumatra, menurut data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Kegiatan belajar mengajar dan ujian akhir sekolah terhambat.Kemendikdasmen mengalokasikan Rp13,3 miliar untuk memulihkan pelaksanaan pendidikan di tiga provinsi terdampak. Pembelajaran darurat diberlakukan lewat berbagai pendekatan disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah. Apakah berbagai upaya ini cukup untuk memastikan pemenuhan hak pendidikan anak-anak terdampak bencana Sumatra? Bagaimana mengantisipasi anak putus sekolah dan dampak berantai lain imbas bencana Sumatra?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Koordinator Advokasi dan Program Seknas Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ari Hardianto, dan Pengamat Pendidikan Indonesia Education Monitoring Centre (IEMC) Ina Liem.
Bahaya masifnya deforestasi termasuk di Sumatra sudah nyaring disuarakan sedari lama. Namun, peringatan itu baru didengar pascabencana banjir-longsor melanda Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara, alias sudah terlambat.Pemerintah kalang-kabut. Kementerian Kehutanan merespons dengan menyegel 7 subyek hukum per Senin (8/12), yang terindikasi sebagai dalang terjadinya bencana. Sementara Kementerian Lingkungan Hidup menyetop sementara aktivitas perusahaan yang beroperasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Sumatra Utara, untuk audit lingkungan. Termasuk di dalamnya, perusahaan sawit, tambang, dan pembangkit listrik.Di Senayan, para wakil rakyat merespons dengan berencana membentuk panitia kerja (panja) alih fungsi lahan. Namun, mereka baru mulai rapat setelah reses, artinya paling cepat pertengahan Januari 2026.Apa yang bisa diharapkan dari kebijakan pemerintah dan DPR untuk pemulihan hutan Sumatra? Apakah ada strategi lain yang lebih tepat? Seperti apa data terbaru kerusakan lingkungan di Sumatra akibat alih fungsi lahan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Slamet dan Kepala Kampanye Global untuk Hutan Indonesia Greenpeace Kiki Taufik.
Ratusan ribu kelompok rentan terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatra selama dua pekan terakhir. Perempuan, anak, lansia, dan kelompok disabilitas kesulitan mendapat layanan kesehatan akibat fasilitas kesehatan rusak, terendam, bahkan tidak dapat beroperasi.Akses ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas juga terputus akibat jembatan ambruk, jalan longsor, serta pasokan listrik dan BBM yang tidak tersedia. Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 31 rumah sakit dan 156 puskesmas terdampak bencana Sumatera.Sementara ancaman baru mulai menyergap dalam bentuk penyakit menular, infeksi kulit, gangguan pencernaan, hingga penyakit pernapasan.Bagaimana situasi terkini di lapangan? Bagaimana memaksimalkan layanan kesehatan khususnya bagi kelompok rentan di tengah bencana Sumatera? Apa strategi pemerintah?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum, ST., MIDS, dua relawan banjir Sumatra Boy Trimandez Tamba dan Syafei Irman, serta Ketua Pusat Studi Perempuan, Keluarga, dan Bencana (PSPKB) UNISA Yogyakarta Dr. Islamiyatur Rokhmah, SAg, MSI.
Di tengah mata publik tertuju pada bencana Sumatera, Polri malah gencar menangkap aktivis. Pada Kamis (27/11) pekan lalu, Polrestabes Semarang menangkap Adetya Pramandira dan Fathul Munif, aktivis lingkungan dan HAM. Dera dan Munif disangka melanggar UU ITE dan pasal penghasutan. Mirisnya, kriminalisasi ini terjadi sekitar dua pekan sebelum keduanya melangsungkan pernikahan pada 11 Desember mendatang.Desakan pembebasan Dera dan Munif terus menguat. Beberapa tokoh masyarakat seperti pengurus PW NU Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh dan Sekjen Asosiasi FKUB Indonesia KH Taslim Syahlan menjaminkan diri agar penahanan Dera-Munif bisa ditangguhkan.Desakan serupa disuarakan oleh Komisi Percepatan Reformasi Polri agar polisi segera melepaskan Dera-Munif, juga Laras Faizati. Ketiganya adalah bagian dari 1.038 orang yang ditetapkan tersangka terkait kerusuhan demo Agustus 2025 lalu.Bagaimana kondisi Dera dan Munif? Seperti apa perkembangan terbaru kasus ini? Mengapa berbagai desakan pembebasan tak digubris polisi? Upaya apa lagi yang bisa ditempuh Dera-Munif maupun aktivis lain untuk mendapatkan keadilan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Kuasa Hukum Dera dan Munif dari Tim Hukum Suara Aksi, Nasrul Saftiar Dongoran, S.H., M.H, Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Octania Wynn, dan Pegiat Lingkungan Daniel Tangkilisan.
Kerugian ekonomi akibat bencana ekologis yang melanda Sumatera mencapai Rp68,67 triliun, menurut hitung-hitungan CELIOS per 30 November 2025. Angka itu mencakup kerusakan rumah dan infrastuktur, kehilangan penghasilan, hingga gagal panen.Masifnya alih fungsi lahan karena deforestasi sawit dan pertambangan diduga memicu bencana banjir-longsor Sumatra. Sementara pendapatan dari komoditas tersebut tak sebanding dengan dampak yang harus ditanggung warga.Bagaimana gambaran rinci kerugian ekonomi akibat bencana Sumatera? Mengapa kerugian-kerugian tersebut gagal diantisipasi? Siapa yang harus bertanggung jawab? Berapa anggaran untuk merehabilitasi Sumatera? Apa saja yang mesti dilakukan negara untuk mencegah bencana ekologis berulang di masa depan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Peneliti Ekonomi Digital CELIOS Dyah Ayu, Anggota DPR RI dari Dapil Aceh M. Nasir Djamil, dan Climate Justice Campaigner Greenpeace Indonesia Jeanny Sirait.
Bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara sudah lewat sepekan, tetapi distribusi bantuan untuk para korban belum merata. Bahkan, masih ada daerah terisolir, seperti di Tapanuli Tengah dan Aceh Tengah, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sementara korban terus bertambah, per Selasa, 2 Desember, tercatat 708 orang meninggal dunia, sedangkan 499 orang masih dicari. Jumlah pengungsi mencapai puluhan ribu jiwa yang tersebar di berbagai titik.Pemerintah menjanjikan penanganan bencana Sumatera bakal cepat dan tepat sasaran. Kementerian Sosial mengklaim sudah menyalurkan bantuan logistik ke warga terdampak senilai Rp19 miliar.Namun, di lapangan, banyak warga mengeluhkan pasokan makanan menipis, komunikasi dan akses terputus, BBM langka, harga pangan melonjak, bahkan tak sedikit yang belum mendapat bantuan sama sekali.Bagaimana perkembangan terkini di lapangan? Kenapa penanganan dan distribusi bantuan untuk korban bencana Sumatera begitu lambat? Apa solusinya agar korban segera mendapat pertolongan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua DPC GMNI Padangsidimpuan Pahmi Yahya Damanik, Relawan Tapanuli Tengah Boy Trimandez, dan Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Utara Rianda Purba.
Desakan agar bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat menjadi bencana nasional terus bermunculan. Suara datang dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat sipil, anggota dewan, hingga tokoh agama.Dampak bencana di Sumatera ini dinilai sudah memenuhi indikator-indikator penetapan status bencana nasional. Di antaranya, bencana menelan ratusan korban jiwa, merusak infrastruktur, adanya kerugian harta benda, hingga lumpuhnya ekonomi. Ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.Terlebih, di Aceh, beberapa kabupaten/kota, seperti Aceh Timur, Aceh Selatan, dan Aceh Tengah, telah menyatakan tak sanggup menangani bencana ini.Kemarin, Presiden Prabowo meninjau sejumlah titik pengungsian korban banjir dan longsor Sumatera, tetapi hingga kini belum ada tanda-tanda bencana nasional bakal ditetapkan. Sementara, korban jiwa kian bertambah. Per 1 November, jumlah korban jiwa mencapai 533 orang, sedangkan 504 orang hilang, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).Kenapa banjir dan longsor Sumatera perlu ditetapkan jadi bencana nasional? Bagaimana mekanismenya? Apa dampaknya jika status ditingkatkan menjadi bencana nasional? Adakah hal-hal yang mesti diwaspadai jika bencana Sumatera ditetapkan sebagai bencana nasional?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana Alfian, Profesor Klimatologi dan Perubahan Iklim, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin, dan Associate Research Fellow (ARF) LSJ FH UGM Stephanie.
Kementerian Pertahanan berencana menambah tentara di tiga kota strategis yang disebut sebagai "center of gravity" yaitu Jakarta, Aceh, dan Papua. Dalihnya demi stabilitas nasional di tengah meningkatnya potensi ancaman terhadap aktivitas sosial, ekonomi, dan pembangunan.Jakarta dipilih karena pusat pemerintahan, Aceh sebagai wilayah terluar sisi barat RI, dan Papua karena butuh pengamanan khusus, terkait juga dengan kondisi geopolitik yang masih bergejolak di sana.Selain itu, pemerintah menargetkan pembangunan 150 batalion tiap tahun, dengan dalih mengamankan industri strategis yang dianggap berkaitan dengan kedaulatan negara, seperti kilang minyak Pertamina.Berbagai langkah ini ditengarai sarat kepentingan politik. Muncul pula kekhawatiran bakal memantik trauma masa lalu saat Orde Baru memberlakukan darurat militer dan daerah operasi militer (DOM).Seberapa urgen penambahan tentara di Jakarta, Aceh, dan Papua? Bagaimana dengan target seratusan batalion per tahun? Apa saja yang perlu diwaspadai dari berbagai kebijakan tersebut? Bagaimana respon wakil rakyat?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) 2011-2013 Soleman B. Ponto, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono, dan Plt Kepala Divisi Hukum KontraS Muhammad Yahya Ihyaroza.
Ruang aman bagi perempuan kian menyempit di era digitalisasi. Lihat saja laporan kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) ke Komnas Perempuan pada 2024 yang mencapai 1.791 kasus. Naik 40,8 persen dari tahun sebelumnya. Angka ini menjadikan 2024 sebagai tahun dengan jumlah kasus KBGO terbanyak.Selain itu, SAFEnet menerima 665 aduan selama Kuartal II 2025, mayoritas berupa ancaman penyebaran konten dengan total 312 kasus.Realita ini menunjukkan sejumlah regulasi seperti UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual hingga UU ITE gagal mencegah kasus-kasus KBGO.Karenanya dalam Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang dimulai 25 November hingga 10 Desember 2025, urgensi perlindungan perempuan, termasuk di ranah digital, kencang disuarakan.Mengapa kasus-kasus KBGO marak terjadi? Seperti apa dampak berantainya pada korban? Bagaimana komitmen negara dalam melindungi hak-hak perempuan? Bagaimana mengembalikan ruang digital yang aman dan ramah perempuan?Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang KemenPPPA Prijadi Santoso, Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum, dan Sekretaris Paguyuban Korban Undang-Undang ITE (Paku ITE) Anindya Shabrina.
Pergerakan kelompok teroris belakangan makin mengkhawatirkan. Mereka menerapkan pola baru dengan menjaring anak-anak lewat media sosial dan gim daring.Detasemen Khusus Densus 88 Antiteror Polri mengungkap sebanyak 110-an anak di 23 provinsi direkrut via saluran digital sepanjang tahun ini oleh lima tersangka. Angka ini naik drastis, lantaran periode 2011 hingga 2017 hanya 17 anak yang menjadi korban perekrutan jaringan teroris.Mengapa kelompok ekstremis merekrut anak-anak dan memilih media sosial dan gim daring sebagai mediumnya? Bagaimana proses perekrutan terjadi? Mitigasi seperti apa yang bisa dilakukan? Bagaimana penanganan yang tepat terhadap anak-anak yang sudah terpapar ekstremisme? Di Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Kasubdit Perlindungan WNI Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Solihuddin Nasution, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, dan Pengamat Terorisme sekaligus Pendiri Ruangobrol.id Noor Huda Ismail.
Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Selasa (18/11) diprotes keras karena mengabaikan suara masyarakat sipil. Aturan di KUHAP baru, berpotensi mengancam hak-hak sipil, tak terkecuali bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum.Jumlah mereka terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per Mei 2025, misalnya, menunjukkan peningkatan jumlah napi dan tahanan perempuan yaitu sebanyak 10.404 narapidana perempuan dan 3.283 tahanan perempuan.Dalam draf RKUHP versi Maret 2025, hanya satu pasal yang mengatur tentang kerentanan perempuan yang berkonflik dengan hukum yaitu Pasal 138. Bab tentang hak perempuan, hak korban, dan hak disabilitas, tidak terintegrasi ke pasal-pasal lain yang mengatur proses peradilan pidana.Apa saja dampak aturan KUHAP baru terhadap perempuan berhadapan dengan hukum? Bagaimana perbandingannya dengan aturan KUHAP lama? Adakah celah untuk menggugat atau membatalkannya? Bagaimana memastikan perlindungan hak-hak perempuan berhadapan dengan hukum di era KUHAP barDi Ruang Publik KBR kita akan bahas topik ini bersama Ketua Pelaksana Harian Asosiasi APIK Indonesia Khotimun Sutanti dan Staf Kajian dan Advokasi Kebijakan LBH APIK Jakarta Tsaltsa Arsanti.























