DiscoverTangan Terbuka Media
Tangan Terbuka Media
Claim Ownership

Tangan Terbuka Media

Author: Tangan Terbuka Media

Subscribed: 0Played: 5
Share

Description

Selamat datang di "Podcast Tangan Terbuka Media"! Tangan Terbuka Media adalah lembaga komunikasi-penerbitan yang memiliki visi membarukan (hati), mencerdaskan (pikiran), dan menggerakkan (tubuh) melalui buku.
1147 Episodes
Reverse
Hanya Alat

Hanya Alat

2025-10-2803:40

Sabda-Mu Abadi | 29 Oktober 2025 | Mat. 15:29-31”Setelah meninggalkan daerah itu, Yesus menyusuri pantai Danau Galilea dan naik ke atas bukit lalu duduk di situ. Orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya membawa orang lumpuh, orang buta, orang timpang, orang bisu, dan banyak lagi yang lain, lalu meletakkan mereka pada kaki Yesus dan Ia menyembuhkan mereka. Orang banyak itu pun takjub melihat orang bisu berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat, dan mereka memuliakan Allah Israel.”Bak laron mengikuti lampu, orang banyak berbondong-bondong datang kepada Yesus. Mereka tidak datang sendirian. Mereka membawa orang-orang sakit untuk berjumpa dengan Sang Guru dan berharap penyembuhan dari-Nya. Dan penulis Injil Matius mencatat bahwa Yesus menyembuhkan mereka.Yang sungguh menarik disimak adalah tanggapan orang banyak itu. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Maka takjublah orang banyak itu melihat orang bisu berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat, dan mereka memuliakan Allah Israel.”Perhatikan: mereka takjub akan peristiwa penyembuhan Yesus Orang Nazaret, tetapi Dia sama sekali tak mendapat kredit atau pujian. Orang banyak itu memuliakan Allah Israel.Kita, orang Kristen abad ke-21, dipanggil pula untuk meneladan orang banyak dalam peristiwa penyembuhan itu. Tak jarang umat Kristen suka memuji para pengkhotbah yang memiliki karunia penyembuhan dan lupa bahwa mereka adalah orang-orang yang dikaruniai Allah. Tak jarang, itu pula yang ”dijual” dalam komunikasi ibadahnya. Padahal sejatinya para pengkhotbah itu hanya alat di tangan Allah.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Perempuan Kanaan

Perempuan Kanaan

2025-10-2703:40

Sabda-Mu Abadi | 28 Oktober 2025 | Mat. 15:21-28”Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Lalu datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berteriak, ’Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud! Anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.’ Namun, Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya, ’Suruhlah ia pergi, karena ia berteriak-teriak dan mengikuti kita.’ Jawab Yesus, ’Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.’ Tetapi, perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata, ’Tuhan, tolonglah aku.’ Jawab Yesus, ’Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.’ Kata perempuan itu, ’Benar Tuhan. Namun, anjing itu juga makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.’ Lalu Yesus berkata kepadanya, ’Hai Ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.’ Seketika itu juga anaknya sembuh.”Perempuan Kanaan itu sengaja menemui Yesus. Ia punya beban. Namun, sepertinya ia tahu beban anaknya lebih besar lagi. Karena itu, perempuan itu gigih berteriak. Bahkan, ketika Yesus mengatakan penolakan-Nya, ia mendekat dan menyembah Yesus.Tak hanya itu, ia berani mendebat Sang Guru. Ketika Yesus berkata, ”Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”; ia tangkas berargumen: ”Benar, Tuhan. Namun, anjing itu juga makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”Demi kesembuhan anaknya perempuan itu berpikir keras soal jawab yang harus diberikannya. Ia tidak mutung saat Yesus menghinanya. Bahkan penghinaan itu dipandangnya sebagai akses untuk mendapatkan belas kasihan Sang Anak Daud. Yang penting anaknya sembuh. Lagipula, baik roti maupun remah-remah roti sesungguhnya sama-sama roti bukan?Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Prerogatif Bapa

Prerogatif Bapa

2025-10-2603:40

Sabda-Mu Abadi | 27 Oktober 2025 | Mat. 15:12-14”Kemudian datanglah murid-murid dan bertanya kepada-Nya, ’Tahukah Engkau bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?’ Jawab Yesus, ’Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di surga akan dicabut dengan akar-akarnya. Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, keduanya akan jatuh ke dalam lubang.’”Kata-kata Yesus memang keras. Anehnya, kekerasan itu hanya sampai membuat orang-orang Farisi itu tersinggung. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Lalu pengikut-pengikut Yesus datang dan berkata kepada-Nya, ’Tahukah Bapak bahwa orang-orang Farisi itu tersinggung waktu mendengar Bapak berkata begitu?’”Untuk pertanyaan para murid, Yesus tentu tahu bahwa perkataan-Nya membuat orang-orang Farisi tersinggung. Sepertinya Sang Guru berharap bahwa mereka tak hanya tersinggung, tetapi terbuka untuk bercermin dan, akhirnya, mengubah diri. Tetapi, apa mau dikata, mereka cuma tersinggung.Oleh karena itu, wajarlah, jika Sang Guru berkomentar masih dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini, ”Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku di surga akan dicabut. Tidak usah hiraukan orang-orang Farisi itu. Mereka itu pemimpin-pemimpin buta; dan kalau orang buta memimpin orang buta, kedua-duanya akan jatuh ke dalam parit.”Agaknya Yesus Orang Nazaret tak terlalu menghiraukan keberadaan orang-orang Farisi itu. Dan komentar Yesus memperlihatkan dengan tegas bahwa hal menjadi pengikut Kristus atau tidak merupakan prerogatif Bapa sendiri. Tidak ada seorang pun yang dapat mengangkat dirinya menjadi milik Allah. Allah sendirilah yang memilihnya.Semestinya kita, orang-orang percaya abad ke-21, yang telah menjadi milik Allah, sungguh-sungguh hidup sebagai milik Allah sebagai bentuk ucapan syukur.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Kata-kata

Kata-kata

2025-10-2503:40

Sabda-Mu Abadi | 26 Oktober 2025 | Mat. 15:10-11; 15-20”Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka, ’Dengar dan pahamilah: Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.’ Petrus berkata kepada-Nya, ’Jelaskanlah perumpamaan itu kepada kami.’ Jawab Yesus, "Apakah kamu juga belum dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang ke jamban? Namun, semua yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Sebab, dari hati timbul pikiran jahat, pembunuhan, perzinaan, percabulan, pencurian, kesaksian palsu, dan hujat. Hal-hal itulah yang menajiskan orang. Namun, makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang.”Berkait makan dengan tangan yang tidak dibasuh, Yesus dengan tegas menyatakan bahwa semua makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia itu halal. Logikanya sederhana: apa yang dimakan itu masuk ke dalam perut, dan setelah sari makanan yang berguna demi kesehatan tubuh terserap, ampasnya pun dibuang ke dalam jamban.Bagaimana dengan yang keluar dari mulut. Dalam Perjanjian Baru Bahasa Indonesia Sederhana tertera: ”Tetapi, kata-kata yang keluar dari mulut, berasal dari hatinya. Dan itulah yang bisa menyebabkan orang membunuh, tidak setia kepada istri, atau melakukan hal-hal yang tidak baik. Pikiran-pikiran jahat itu juga yang menyebabkan orang mencuri, berdusta, dan mengatakan hal-hal yang tidak baik tentang orang lain.”Kata-kata memang meluap dari hati. Karena itu, penting bagi kita menjaga hati kita. Supaya kata-kata yang keluar sungguh-sungguh baik, yakni menguatkan dan tidak melemahkan orang lain, menghargai dan tidak menghina orang lain. Ketika orang lain dikuatkan dan dihargai, diri kita pun akan semakin dikuatkan dan dihargai.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Adat Istiadat

Adat Istiadat

2025-10-2403:40

Sabda-Mu Abadi | 25 Oktober 2025 | Mat. 15:1-9”Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata, ’Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.’ Jawab Yesus kepada mereka, ’Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? Sebab, Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus dihukum mati. Namun, kamu berkata: Siapa saja yang berkata kepada ayahnya atau ibunya: Segala bantuan yang seharusnya engkau terima dariku adalah persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati ayahnya atau ibunya. Dengan demikian, firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri. Hai orang-orang munafik, tepatlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari Aku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sementara ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.’”Beberapa orang Farisi dan ahli Taurat itu tidak bisa menahan hati mereka. Mereka mengkritik kelakukan para murid Yesus yang tidak menghargai adat karena makan tanpa cuci tangan. Tentu saja, sejatinya mereka sedang mengkritik Yesus Sang Guru.Yesus membalas dengan kritikan pula. Ia mengkritik ketetapan—yang telah membudaya—yang dipakai orang untuk lepas dari kewajiban yang lebih besar. Misalnya, soal menghormati orang tua. Banyak orang, supaya terlepas dari kewajibannya, menyatakan di depan umum bahwa mereka telah mempersembahkan dana pemeliharaan orang tua kepada Allah. Mereka tidak dapat disalahkan karena dana pemeliharaan itu telah menjadi milik Allah.Bagi Yesus, adat isitiadat itu seharusnya tidak mengabaikan kemanusiaan manusia. Yang lebih penting lagi, janganlah membuat manusia melawan Allah. Bagaimanapun, adat dibuat manusia untuk kepentingan manusia, dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya terjadi, tidak hanya manusia telah mengabaikan manusia, tetapi juga mengabaikan Allah!​Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Di Genesaret

Di Genesaret

2025-10-2304:07

Sabda-Mu Abadi | 24 Oktober 2025 | Mat. 14:34-36”Setibanya di seberang, mereka mendarat di Genesaret. Ketika Yesus dikenal oleh orang-orang di tempat itu, mereka memberitahukannya ke seluruh daerah itu. Semua orang yang sakit dibawa kepada-Nya. Mereka memohon kepada-Nya supaya diperkenankan walaupun hanya menyentuh jumbai jubah-Nya. Semua orang yang menyentuh-Nya menjadi sembuh.”Ketika mendarat di Genesaret bisa jadi tak ada orang yang menduga kedatangan Yesus dan rombongan-Nya. Namun, sewaktu mereka mengenali Yesus, berita tentang kedatangan Yesus langsung menyebar ke seluruh kota itu. Mungkin mereka adalah orang-orang yang ikut merasakan mukjizat pemberian makan 5.000 orang laki-laki.Dalam Perjanjian Baru Bahasa Indonesia Sederhana tertera: ”Lalu orang-orang membawa kepada-Nya semua orang yang sakit. Mereka minta supaya Yesus mengizinkan orang-orang sakit itu menyentuh Dia, biarpun hanya ujung jubah-Nya. Maka semua yang menyentuh-Nya sembuh.”Menarik diperhatikan kata ”semua” yang digunakan. Mungkin tak sedikit orang yang menganggap penulis Injil Matius terlalu berlebihan. Sebab, semua berarti keseluruhan. Artinya: Tidak ada orang yang sakit yang tidak dibawa atau datang kepada Yesus. Ya, mengapa penulis Injil Matius tidak mengambil jalan yang ”lebih aman” dari kritik? Misalnya dengan menulis: Banyak orang sakit yang dibawa kepada Yesus. Kalimat ini pasti lebih masuk akal.Kemungkinan besar penulis Injil Matius memang hendak menekankan keinklusifan Yesus Orang Nazaret. Ia hadir buat semua orang. Dan semua juga mengartikan tidak ada yang ketinggalan. Kasih Yesus Orang Nazaret memang untuk semua.Karena begitu banyak orang, dan tidak ingin merepotkan Sang Guru, mereka meminta izin agar diperkenankan menyentuh ujung jubah-Nya saja. Bagi mereka itu sudah cukup.Memang cukup. Sebab, menyentuh ujung jubah sejatinya menyentuh Yesus sendiri. Dan mereka pun sembuh.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Tenanglah

Tenanglah

2025-10-2204:07

Sabda-Mu Abadi | 23 Oktober 2025 | Mat. 14:22-31”Setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Menjelang malam, Ia sendirian di situ. Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru, ’Itu hantu!’, lalu berteriak-teriak karena takut. Yesus segera berkata kepada mereka, ’Tenanglah! Ini Aku, jangan takut!’” (Mat. 14:23-27).Kisah perahu murid-murid yang diombang-ambingkan gelombang merupakan kisah kebanyakan orang. Kita tidak pernah tahu kapan badai hidup datang. Cuaca bisa berubah dalam sekejap: angin semilir berubah menjadi sakal. Bagaimanakah menyikapinya?Murid-murid Yesus, termasuk mantan nelayan andal, panik. Kepanikan itu menyiratkan bahwa angin itu bukan angin biasa. Kepanikan mereka makin menjadi saat mereka menyangka melihat hantu. Dalam situasi itulah Yesus berkata, ”Tenanglah! Ini Aku, jangan takut!”Dalam kondisi serbaribut Yesus menasihati mereka agar tenang. Ketenangan merupakan kunci di sini. Hati yang tenang akan membuat mereka berpikir jernih. Ketenangan akan membuat mereka mampu membedakan antara hantu dan Tuhan. Soalnya: bagaimana cara kita menenangkan diri?Pandanglah Yesus! Jika kita meyakini bahwa Dia adalah Tuhan, tak ada sesuatu pun yang luput dari pengamatan-Nya dan segala sesuatu ada di dalam kuasa-Nya. Lagi pula, Dia tidak hanya berkuasa, tetapi juga sungguh peduli.Petrus telah membuktikannya. Saat matanya memandang Sang Guru, dia mampu melakukan hal mustahil. Namun, saat matanya tertuju pada gelora air, dia kembali menjadi takut.Ya, pandanglah Yesus! Dialah Sumber Hidup dan Kehidupan manusia!Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Sabda-Mu Abadi | 22 Oktober 2025 | Mat. 14:13-21”Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ seorang diri dengan perahu ke tempat yang terpencil. Mendengar hal itu orang banyak mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka. Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya. Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit. Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata, ’Tempat ini terpencil dan hari mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi ke desa-desa supaya dapat membeli makanan bagi mereka sendiri.’ Yesus berkata kepada mereka, ’Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.’ Jawab mereka, ’Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.’ Yesus berkata, ’Bawalah kemari kepada-Ku’” (Mat. 14:13-18).Konteks mukjizat pemberian makan lima ribu orang laki-laki adalah kabar duka kematian Yohanes Pembaptis. Mendengar kabar duka itu, Yesus mengambil inisiatif untuk menyendiri. Sepertinya Ia hendak menata hati. Namun, keinginannya itu tak pernah kesampaian. Orang banyak telah menanti di daratan, yang membuat Dia tak mungkin menyendiri. Di mata Yesus keberadaan orang banyak itu lebih penting dari kebutuhan-Nya.Tak berhenti sampai di situ. Saat para murid mengusulkan agar Yesus menyuruh orang banyak itu bubar agar dapat membeli makanan, Sang Guru tak mau lepas tangan. Ia sengaja mengajak para murid-Nya turun tangan: ”Kamu harus memberi mereka makan.”Para murid berdalih mereka hanya punya lima roti dan dua ikan. Namun, sejatinya itu juga milik Allah. Mereka hanya orang-orang yang dititipi Allah. Dan benar, ketika mereka mempersembahkan milik Allah itu, mukjizat pun terjadi.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Demi Herodias

Demi Herodias

2025-10-2004:08

Sabda-Mu Abadi | 21 Oktober 2025 | Mat. 14:1-12”Sebelumnya, Herodes menangkap Yohanes, membelenggu dan memenjarakannya, demi Herodias, istri Filipus saudaranya. Sebab, Yohanes berkali-kali menegurnya, katanya, ’Tidak diperbolehkan bagimu memperistri Herodias!’ Walaupun Herodes ingin membunuhnya, ia takut akan orang banyak yang memandang Yohanes sebagai nabi. Pada hari ulang tahun Herodes, menarilah anak perempuan Herodias di tengah-tengah mereka dan menyenangkan hati Herodes, sehingga Herodes bersumpah akan memberikan kepadanya apa saja yang dimintanya. Atas desakan ibunya, anak perempuan itu berkata, ’Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di atas sebuah pinggan.’ Sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya diperintahkannya juga untuk memberikannya. Disuruhnya memenggal kepala Yohanes di penjara. Kepala itu pun dibawa orang di sebuah pinggan, dan diberikan kepada gadis itu. Lalu ia membawanya kepada ibunya” (Mat. 14:3-11).Sepertinya Herodes memang pribadi yang tak punya ketetapan diri. Penulis Injil menyatakan dengan jelas bahwa demi Herodias, istrinya, ia memerintahkan tentaranya untuk menangkap, membelenggu, dan memenjarakan Yohanes Pembaptis. Alasannya sederhana, suami-istri itu gerah akan teguran sang nabi.Sebenarnya Herodes ingin membunuh sang nabi, tetapi ia takut akan reaksi orang Yahudi. Lagi pula ia juga tahu bahwa teguran Yohanes memang bukan tanpa alasan. Tindakan dia memperistri Herodias, istri saudaranya sendiri, sungguh salah di mata hukum.Herodes juga tipe orang yang suka obral janji tanpa berpikir. Mungkin ia menganggap diri mahakuasa sehingga mampu meluluskan semua permintaan. Ketika janji ditagih penyelasan pun muncul. Yang namanya penyesalan memang biasa datang terlambat. Sebab, yang diminta adalah kepala sang nabi.Penulis Injil Matius menyatakan, karena tamu-tamunya sang raja memerintahkan pemenggalan kepala Yohanes Pembaptis. Jelaslah, sang nabi mati karena raja tak punya pendirian. Ia lebih suka menyenangkan para tamu, juga istrinya, ketimbang bertindak benar. Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Sabda-Mu Abadi | 20 Oktober 2025 | Mat. 13:53-58”Setelah Yesus mengakhiri cerita-cerita perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ. Setibanya di tempat asal-Nya, Dia mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Mereka pun takjub dan berkata, ’Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mukjizat-mukjizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon, dan Yudas? Bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi, dari mana Ia memperoleh semuanya itu?’ Mereka pun kecewa dan menolak Dia. Yesus berkata kepada mereka, ’Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di kampung halamannya dan di rumahnya.’ Karena mereka tidak percaya, tidak banyak mukjizat diadakan-Nya di situ.”Mulanya takjub. Namun—mungkin karena iri—orang-orang yang hadir dalam rumah ibadat itu malah mempertanyakan pengajaran Yesus. Sepertinya mereka heran Yesus Orang Nazaret telah menjadi figur yang berbeda. Dan orang-orang di Nazaret agaknya tak siap untuk itu.Kelihatannya orang-orang di Nazaret itu tidak rela orang yang mereka kenal selama ini telah menjadi guru yang sungguh-sungguh berbeda. Tak hanya jago mengajar, tetapi Yesus ternyata mampu mengadakan banyak mukjizat. Dan karena tak rela, mereka pun mulai mempertanyakan masa lampau Sang Guru.Perhatikan kata-kata mereka! Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Bukankah Ia anak tukang kayu? Bukankah Maria itu ibu-Nya; dan saudara-saudara-Nya adalah Yakobus, Yusuf, Simon, dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara perempuan-Nya tinggal di sini juga? Dari mana Ia mendapat semuanya itu?”Jelaslah mereka tak lagi menghargai Yesus. Ya, apa salahnya menjadi anak tukang kayu? Yesus sendiri tak pernah memilih mau menjadi anak siapa? Bukankah hikmat itu karunia Allah saja?Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Perumpamaan Jala Besar

Perumpamaan Jala Besar

2025-10-1803:40

Sabda-Mu Abadi | 19 Oktober 2025 | Mat. 13:47-52”’Kerajaan Surga itu juga seumpama jala besar yang ditebarkan di laut, lalu terkumpullah berbagai jenis ikan. Setelah penuh, jala itu diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam tempayan dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari antara orang benar, lalu mencampakkan mereka ke dalam tungku berapi. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi. Mengertikah kamu semuanya itu?’ Jawab mereka, ’Ya.’ Lalu berkatalah Yesus kepada mereka, ’Karena itu, setiap ahli Taurat yang telah diajarkan tentang Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.’”Perumpamaan Yesus ini sederhana saja. Jala besar yang ditebarkan ke laut tidak dapat memilah dan memilih ikan-ikan. Semuanya terjaring ke dalamnya. Pada akhirnya nelayan sendirilah yang akan memilah ikan yang baik dari yang tidak baik. Yang tidak baik akan dibuang karena memang tidak berguna.Sepertinya Yesus Orang Nazaret hendak menyatakan bahwa pekabaran Injil tidak bersifat eksklusif, melainkan inklusif. Artinya, pekabaran Injil memang untuk semua orang. Tentu saja, respons pun orang berbeda-beda. Respons inilah yang sepertinya menjadi alat uji mana yang akan mengalami kehidupan kekal dan mana yang akan mengalami kematian kekal.Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Begitulah halnya pada Hari Kiamat, malaikat-malaikat akan pergi memisahkan orang-orang jahat dari orang-orang yang melakukan kehendak Allah.”Jelas di sini yang membedakan orang benar dari orang yang jahat adalah mereka melakukan kehendak Allah. Ya, hanya inilah yang menjadi tolak ukur pemisahan antara yang benar dan yang jahat.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Sabda-Mu Abadi | 18 Oktober 2025 | Mat. 13:44-46”Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara-mutiara yang indah. Setelah ditemukannya satu yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.”Apa yang dilakukan kedua orang dalam perumpamaan Sang Guru relatif sama. Mereka menjual seluruh miliknya. Orang pertama membeli tanah di mana harta terpendam itu berada dan orang kedua membeli mutiara yang indah itu. Alasannya pun kurang lebih sama.Kedua perumpamaan itu berkait dengan pilihan, prioritas, dan akhirnya keputusan. Kedua orang itu jelas menghadapi dilema. Jika ingin mempertahankan harta yang dimiliki selama ini, mereka tidak mungkin mendapatkan harta terpendam atau mutiara yang indah. Kedua orang itu akhirnya mengambil keputusan untuk menjual semua harta miliknya.Orang pertama melakukan itu karena sukacitanya. Sukacita menjadi alasan kuat bagi dia untuk mengambil keputusan yang sulit. Karena ia paham, harta yang terpendam itu lebih berharga ketimbang semua harta milikinya. Sedangkan orang yang kedua memang tidak dinyatakan bersukacita, tetapi karena ia memang sengaja mencari mutiara yang indah. Sebagai pedagang tentu ia tahu nilai mutiara itu lebih besar dari semua harta miliknya.Menarik diperhatikan ada perbedaan dalam kedua perumpamaan ini. Yang pertama sepertinya tidak sengaja menemukan harta terpendam itu. Sedangkan yang kedua tampaknya sengaja mencari. Baik yang disengaja atau tidak pergumulannya sama. Mereka sama-sama harus mengambil keputusan. Karena semua peristiwa itu sejatinya diizinkan Allah untuk mereka alami.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Sabda-Mu Abadi | 17 Oktober 2025 | Mat. 13:36-43”Ia menjawab, ’Orang yang menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan sedangkan lalang anak-anak si jahat. Musuh yang menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu menuai ialah akhir zaman dan para penuai itu malaikat. Jadi, seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan dari dalam kerajaan-Nya segala sesuatu yang menyebabkan orang berbuat dosa dan semua orang yang melakukan kejahatan, lalu mencampakkan mereka ke dalam tungku berapi. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi. Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka’” (Mat. 13:37-43).Apakah yang bisa kita pelajari dari Perumpamaan Lalang dan Gandum? Pertama, mustahil berharap bahwa sekeliling kita baik semata. Kejahatan akan selalu menemani kebaikan. Kejahatan senantiasa ada di sekitar kita. Dan Allah sendiri tampaknya ”sengaja membiarkan” yang jahat itu tetap ada dalam dunia.Kedua, tak mudah pula bagi kita untuk menilai mana yang baik dan mana yang jahat. Sepintas, lalang dan gandum memang mirip. Lagi pula, kita takkan mungkin menilai hati orang. Dalam laut dapat diduga, dalam hati siapa tahu?Ketiga, waktulah yang akan membuktikan apakah tindakan seseorang itu sungguh baik atau sekadar kedok. Waktulah yang akan menyatakan dengan jelas mana loyang mana emas.Oleh karena itu, keempat, kita harus sungguh-sungguh arif. Jangan menghakimi orang lain! Marilah bersikap tulus dan sabar. Biarlah waktu mendewasakan kita!Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Tidak Mencekoki

Tidak Mencekoki

2025-10-1503:40

Sabda-Mu Abadi | 16 Oktober 2025 | Mat. 13:34-35”Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatu pun tidak disampaikan-Nya kepada mereka, supaya digenapi firman yang disampaikan melalui nabi, ’Aku mau membuka mulut-Ku menyampaikan perumpamaan, Aku akan mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.’”Demikianlah alasan Yesus menggunakan perumpamaan kepada banyak orang. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Semuanya diajarkan Yesus kepada orang banyak dengan memakai perumpamaan. Dengan demikian terjadilah yang dikatakan oleh nabi, ’Aku memakai perumpamaan kalau berbicara dengan mereka; Aku akan memberitakan hal-hal yang tersembunyi semenjak terjadinya dunia ini.’”Semasa hidup Yesus Orang Nazaret memang jarang menggunakan definisi dalam mengajar. Sepertinya, selain dari penggenapan nubuat, Ia memang tidak ingin mencekoki para pendengarnya rumusan-rumusan baku, yang sering membuat para pendengar terpaksa mengiyakan, tanpa dialog sama sekali.Dengan menggunakan perumpamaan Sang Guru mengajak para murid-Nya untuk turut terlibat dalam perumpamaan itu. Mereka bisa langsung berandai-andai. Misalnya, dengan perumpamaan mengenai penabur, para pendengar bisa mengasosiasikan dirinya sebagai penabur, benih, atau jenis tanah, mungkin juga mengasosiasikan dirinya sebagai burung atau semak duri. Hal semacam itu membuat mereka menjadi kaya makna. Sedangkan definisi biasanya membatasi dan membuat mereka hanya memiliki satu makna.Setelah itu, barulah mereka mengambil kesimpulan sendiri: Apa yang semestinya mereka perbuat? Tampaknya, dengan menggunakan perumpamaan, Yesus Orang Nazaret memang tidak bermaksud memaksakan suatu ajaran kepada para pendengarnya. Sebab, itu hanya akan membuat pendengarnya membebek ’mengikuti saja pendapat orang tanpa berpikir’. Dan Sang Guru tak mau para murid-Nya menjadi bebek-bebek rohani.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Perumpamaan Ragi

Perumpamaan Ragi

2025-10-1403:40

Sabda-Mu Abadi | 15 Oktober 2025 | Mat. 13:33”Ia menceritakan perumpamaan ini juga kepada mereka, ’Kerajaan Surga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diaduk ke dalam tepung terigu sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya.’”Perumpamaan tentang ragi menarik disimak. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Apabila Allah memerintah, keadaannya seperti ragi yang diambil oleh seorang wanita, lalu diaduk dengan empat puluh liter tepung terigu sampai berkembang semuanya!”Apa yang hendak dikatakan Sang Guru di sini? Sepertinya Ia hendak membicarakan soal pengaruh. Dari segi ukuran perumpamaan ragi mirip dengan perumpamaan biji sesawi. Bayangkan sejumput ragi bisa mengembangkan 40 liter adonan tepung terigu.Namun demikian, agaknya dengan perumpamaan ragi ini, Sang Guru sedang berbicara soal pengaruh. Sejumput ragi ternyata bisa memengaruhi 40 liter tepung terigu. Bisa diduga, Sang Guru hendak mengingatkan para murid-Nya untuk tidak minder. Selama berkualitas, mereka akan mampu mewarnai masyarakat di mana mereka tinggal.Tentu ada syaratnya. Ragi itu harus memercayakan dirinya kepada wanita itu. Ia mesti pasrah bongkokan, percaya bahwa dia tidak akan dibuang, tetapi digunakan untuk mengembangkan adonan. Itu berarti bahwa setiap para murid Kristus, dalam segala abad dan tempat, mesti bersedia diutus ke dalam masyarakat.Kedua, ragi itu pun harus mau membagikan dirinya di tengah adonan tepung itu. Ragi itu harus mau bercampur dengan adonan tersebut. Demikian juga para murid harus mau berbaur dengan masyarakatnya. Itu hanya mungkin terjadi ketika mereka menanggalkan sikap eksklusif dan mengenakan sikap insklusif. Pada titik ini para murid sejatinya hanya mengikuti jejak Sang Guru, yang hadir bagi masyarakat-Nya pada zaman-Nya.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Sabda-Mu Abadi | 14 Oktober 2025 | Mat. 13:31-32”Yesus menyampaikan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya, ’Kerajaan Surga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar daripada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya.’”Biji sesawi hanya satu milimeter saja panjangnya. Namun, ketika ditaburkan, ia akan menjadi pohon sesawi yang tingginya bisa mencapai 3 meter. Dari 1 milimeter mencapai 3.000 milimeter. Perubahannya mencapai 3.000 kali lipat. Itu baru tajuknya, belum lagi sistem perakaran yang ada di dalam tanah.Biji sesawi itu kecil. Namun, dari yang kecil itu bisa berubah menjadi tumbuhan besar. Yang dimaksudkan Tuhan Yesus dengan biji sesawi bukanlah sawi atau sayuran yang kita kenal di Indonesia. Tumbuhan sesawi merupakan tumbuhan keras yang besar.Tak hanya itu, yang juga menarik, biji sesawi itu tak hanya menjadi besar, tetapi cabang-cabangnya sedemikian rindang sehingga menjadi rumah bagi banyak burung. Pohon sesawi itu menjadi sebuah ekosistem tersendiri, di mana burung-burung beranak pinak di situ. Tak hanya menjadi besar, pohon sesawi itu juga menjadi berkat.Oleh karena itu, jangan anggap remeh yang kecil-kecil. Jika kita melihat hal-hal kecil, baiklah kita memandangnya menurut cara pandang Allah. Dan itulah nilai-nilai Kerajaan Allah.Itu berarti, seseorang yang hidup di dalam Kerajaan Allah perlu belajar dan menghargai hal-hal kecil. Persoalannya, manusia kadang hanya memperhatikan hal-hal besar. Dan sering kali lupa bahwa hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil, hal-hal sepele.Akan tetapi, yang tak boleh kita lupa, biji sesawi itu harus mau diambil dan ditaburkan orang. Jika tidak, ia hanya sebutir biji kecil.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Sabda-Mu Abadi | 13 Oktober 2025 | Mat. 13:24-30”Yesus menyampaikan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya, ’Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Namun, pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, tampak jugalah lalang itu. Lalu datanglah hamba-hamba pemilik ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik yang Tuan taburkan di ladang Tuan? Jadi, dari manakah lalang itu? Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi, maukah Tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? Namun, ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.”Lalang dan gandum tampak tak begitu berbeda ketika masih muda. Namun, ketika berbulir, terlihat jelas mana gandum dan mana lalang. Lalang pasti tak berbulir. Dan biasanya petani akan mencabut lalang tersebut. Ia tidak mau pertumbuhan gandum itu terhambat dengan adanya lalang.Menarik disimak, pemilik dalam perumpamaan Yesus itu tak mau mencabut lalang itu. Alasannya sederhana: Ia khawatir gandum itu akan ikut tercabut. Kelihatannya ia lebih mengasihi gandum tersebut. Jelas, ia memang lebih fokus pada pertumbuhan gandum.Yang dilakukannya memang aneh. Memang ada risiko. Dan itu yang biasa dilakukan para petani. Kalaupun ada sedikit tanaman gandum yang ikut tercabut, ya enggak apa-apa. Namun, itulah yang tidak diingini si pemilik tanah. Bagi dia, meski sedikit, toh ada gandum yang tercabut. Ia sayang semua gandum itu.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Arti Perumpamaan

Arti Perumpamaan

2025-10-1104:08

Sabda-Mu Abadi | 12 Oktober 2025 | Mat. 13:18-23"Karena itu dengarlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengar Firman tentang kerajaan, tetapi tidak mengerti, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu. Itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu artinya orang mendengar Firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Namun ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad. Yang ditaburkan di tengah semak duri artinya orang mendengar Firman itu, lalu kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik artinya orang mendengar Firman itu dan mengerti dan karena itu ia berbuah. Ada yang 100 kali lipat, ada yang 60 kali lipat, ada yang 30 kali lipat."Dengan gamblang sang guru menjelaskan makna perumpamaan di hadapan para muridnya. Yesus orang Nazaret menegaskan bahwa judulnya adalah perumpamaan penabur, tetapi isinya lebih kepada respons para pendengar firman.Pertama, bagi yang tidak mengerti juga yang tidak mau mengerti karena tidak bertanya. Firman yang ditaburkan itu hilang begitu saja, hilang karena mereka sendiri tidak peduli. Bisa jadi mereka juga tidak merasakan kehilangannya.Kedua, orang yang hanya mengutamakan emosi. Cepat menerima firman, bersemangat, tetapi akhirnya hilang percuma karena penganiayaan.Ketiga, orang yang hanya mengutamakan rasio. Orang macam begini mudah terjebak dalam kompromi hingga tidak berbuah karena dipusingkan oleh hal-hal yang belum tentu terjadi.Keempat, orang yang mengerti, yaitu orang yang mengutamakan hati dan akal budi. Ketika penganiayaan datang, tidak lekas tumbang imannya karena memahami itulah panggilan Kristiani. Namun, tidak dikhawatirkan oleh krisis karena tahu Allah melampaui logika manusia.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Bukan Tanpa Maksud

Bukan Tanpa Maksud

2025-10-1004:08

Sabda-Mu Abadi | 11 Oktober 2025 | Mat. 13:10-17”Kemudian datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya, ’Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?’ Jawab Yesus: ’Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia-rahasia Kerajaan Surga, tetapi kepada mereka tidak. Sebab, siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun yang ada padanya akan diambil darinya. Inilah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka: sekalipun melihat, mereka tidak melihat; sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Jadi, terhadap mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan sungguh-sungguh mendengar, tetapi tidak mengerti, kamu akan sungguh-sungguh melihat, tetapi tidak memahami’” (Mat. 13:10-14).Demikianlah alasan Sang Guru dari Nazaret. Bukan tanpa maksud Ia menggunakan perumpamaan. Kepada para murid Ia akan memberikan karunia agar mereka dapat memahami dan mempraktikkan perumpamaan itu dalam hidup sesehari. Namun, kalangan di luar itu tidak akan memahaminya. Sebab, mereka tidak diberi karunia memahami. Dan Yesus melihatnya sebagai penggenapan dari nubuat Yesaya.Pertanyaannya: Buat apa disampaikan jika tidak ada keinginan agar dipahami? Sepertinya Sang Guru menolong para pendengar-Nya agar lebih rendah hati. Jika enggak mengerti, ya harus diakui. Setelah itu, ya mohon penjelasan agar memahami.Memohon penjelasan menjadi penting karena tak sedikit orang yang pura-pura mengerti. Akhirnya tetap dalam pemahaman mereka meski salah. Untuk memohon mereka harus berubah. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Sebab pikiran orang-orang ini sudah menjadi tumpul, telinga mereka sudah menjadi tuli dan mata mereka sudah dipejamkan” (ay. 15). Ya, mereka harus berubah.Agaknya, ini jugalah panggilan setiap pengikut Kristus: Menjadi teladan dalam kerendahan hati. Bisa jadi dengan cara itu: pikiran tumpul mereka memahami, telinga tuli mereka mendengar, mata pejam mereka terbuka.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
Jenis Tanah yang Mana?

Jenis Tanah yang Mana?

2025-10-0903:40

Sabda-Mu Abadi | 10 Oktober 2025 | Mat. 13:3b-9”Kata-Nya: ’Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh karena tanahnya tipis. Namun, sesudah matahari terbit, layulah tanaman itu dan menjadi kering karena tidak berakar. Benih yang lain jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Benih-benih lainnya jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!’””Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini: ”Kalau punya telinga, dengarkan!” Demikianlah kalimat yang meluncur dari mulut Yesus. Keras kedengarannya. Tanpa tedeng aling-aling. Mengapa?Kenyataannya, tak sedikit orang lupa bahwa mereka bertelinga. Punya telinga, namun tak mau mendengar; apalagi mendengarkan. Atau, sering terjadi, orang hanya mau mendengar apa yang ingin didengar. Lebih sering terjadi, suara masuk telinga kiri ke luar telinga kanan. Cuma numpang lewat.Kalimat ”Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” agaknya berkait erat perumpamaan sebelumnya. Perumpamaan ini memang tidak menyoroti Sang Penabur, atau soal benih yang ditabur, tetapi lebih pada jenis tanahnya. Dan kisahnya pun nyata sekali. Benih yang jatuh di pinggir jalan, ya dimakan burung; yang jatuh di tanah berbatu, cepat tumbuh dan cepat mati; yang jatuh di semak berduri, pertumbuhannya tak maksimal; yang jatuh di tanah yang baik, pertumbuhannya sangat baik.Pada saat bercerita, Sang Guru, sepertinya langsung mengajak pendengar-Nya langsung bercermin mereka jenis tanah yang mana.Yoel M. Indrasmoro | Tangan Terbuka Media: Bangun Jiwa via Media Anda
loading
Comments