Discover
La Porta | Renungan Harian Katolik - Daily Meditation according to Catholic Church liturgy
3785 Episodes
Reverse
THE LORD'S TIME
The theme of our meditation today is: The Lord's Time. Soon we will celebrate the holy week. It's about one week from now. The passion and death of Jesus Christ is the ultimate experience of His suffering. In anticipating this great celebration, we encounter the days that precede, including today, filled with various difficulties befalling on Jesus. The threats were truly real, direct, and certain for Him. He was on the verge of persecution.
Long before the real experience of Jesus Christ, the book of Wisdom already decescribed such persecution which was eventually realized in Jesus Christ. He said: Come, we try him with persecution and torture, so that we know the gentleness and patience of his heart. Let us condemn him to death, because according to him he must have received help (Wis 2, 19-20). The Gospel of John that we have just heard reaffirms the described persecution by saying: The Pharisees tried to arrest Jesus but no one touched Him, because His time had not yet come (Jn 7.30).
His time had not yet come because it should had depended entirely on the Father's Will. Holy Thursday night and Good Friday had not yet arrived. All of us and everyone are subject to this particular time limit. All of us must respect the important aspects to be happened in this time of the Lord Jesus Christ. Although the waves of anger, jealousy, hatred, and violence from His opponents seemed unchallenged, they were obliged to restrain. Even though man's will is very strong, God has the power to determine the time for His Will to happen.
What does it mean the imminent persecution of Jesus Christ? First we interpret it with our response "Amen". We accept this reality and believe it as a way of fulfilling the Father's will on the part of Jesus, and as the content of our faith. In the prayer of "I Believe" we express our faith by saying: He who suffered under the Pontius Pilate, was crucified, died, and was buried. We agree and accept this evil treatment towards Jesus which means we also accept the Lord's teaching and invitation to follow Him in every moment of suffering that we face in our lives.
We also interpret it as our act of faith, which means without fear and doubt we continue to maintain the truth and wisdom in our faith responsibility to take part in God's work. Usually the temptation for those who are in a situation of suffering and persecution is fear and eventually surrender to the influence of the tempter. This is what an authentic follower of Christ should not do. In an imminent trial or persecution we do have courage to cry out: our courage and willingness to face is only for the sake of our participation in the way of our Lord Jesus Christ.
Let's pray. In the name of the Father ... O merciful Father in heaven, strengthen us always especially when we are in the midst of suffering and persecution, so that we remain always in Your way. Our Father who art in heaven... In the name of the Father ...
Reading and meditation on the Word of God, Thursday of the 4th Week of Lent, March 26, 2020
WORKS TESTIFY ABOUT US
Our meditation today has the theme: Works Testify About Us. Jesus Christ again gave a strong response to the protests and accusations of His opponents, the Pharisees and the scribes. A big and strong opposition to Jesus seemed increasingly dangerous. This is a form of anticipation for the peak experience of suffering that will come soon, namely Jesus's severe punishment and His death on the cross that we celebrate on the Good Friday.
Today's gospel shows the rejection that Jesus had to face. His enemies did not accept that He truly came from God. They strongly did not acknowledge and accept that Jesus was sent by the Father in heaven. But Jesus emphasized that the proof of God's power truly exists in Him through the works He did. His works were well known: healing of the sick, bringing the dead into life, feeding the hungry and thirsty, driving out the evil spirits, and comforting the sorrowfull ones. All of these are facts of God's work that simply cannot be denied.
Jesus challenged His enemies to open their views and understandings, and not just follow a narrow-minded perception. If they rejected Himself simply as a human person, they must at least be objective to acknowledge His works. These works testified who trully Himself is and at the same time recognizing the Father who is the source of works. If they could accept and acknowledge His works and their results as well, they implicitly would accept and recognize who was behind those works. It turned out that both Jesus as the person and His works were not accepted and acknowledged. So their sins were truly grave.
This analogy can help us to ponder about the works that testify us as the ones who are the subject of those works. For example, the lifestyle of some people shows that they really hate simple and hard-working people like farmers, fishermen, or shepherds. Yet every day the haters and their families eat rice, vegetables, fish, and meat which are actually the fruits of the work of the people they hate. So they actually deny themselves and those who are helping out them in many ways for their sustenance in life.
Whatever work and its result really represent who we really are. Our self-reflection whether we are generous or not, we are humble or not, we have faith or not, appears to be seen in public through our works and their results. Work and its result speak about the one who does the work. Everyone show all of these, so that people around him may also experience his work and the fruits of his work. And the basic requirement we need to follow is that we need to accept and acknowledge each other through the works we do and the results of these works.
Let's pray. In the name of the Father ... Almighty and everliving God, thank you for your blessings we receive today that allow us to work according to our respective vocations and professions. Bless also the the fruits of our works. Glory to the Father ... In the name of the Father ...
SAATNYA TUHAN
Tema renungan kita pada hari ini ialah: Saatnya Tuhan. Tidak lama lagi, sekitar satu minggu ke depan, kita akan merayakan pekan suci. Peristiwa sengsara dan wafatnya Yesus Kristus merupakan pengalaman puncak penderitaan-Nya. Antisipasi perayaan besar ini kita jumpai pada hari-hari menjelangnya, termasuk pada hari ini. Bentuk antisipasi itu ialah aneka kesulitan sebagai perlawanan terhadap Yesus. Ancaman terhadap diri-Nya benar-benar nyata, langsung, dan pasti. Ia berada di ambang penganiayaan.
Jauh sebelum pengalaman nyata Yesus Kristus itu, kitab Kebijaksanaan telah menggambarkan penganiayaan ini. Katanya: Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan (Keb 2, 19-20). Injil Yohanes yang baru saja kita dengar memperkuat gambaran saat penganiayaan itu dengan menyebut: orang-orang Farisi berusaha menangkap Yesus tetapi tidak ada seorang pun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba (Yoh 7,30).
Saat-Nya yang belum tiba bergantung sepenuhnya pada penyelenggaraan Allah. Hari Kamis malam dan Jumat Agung belum tiba. Kita semua dan setiap orang tunduk pada ketentuan waktu yang belum tiba ini. Semuanya harus menghormati aspek penting seperti apa berada dalam saatnya Tuhan Yesus Kristus. Meski gelombang amarah, iri hati, benci, dan kekerasan tampaknya tak terbendung, mereka wajib menahan dirinya saja. Biarpun gelombang itu amat kuat, Tuhan belum mengizinkan saatnya tiba.
Seperti apa kita memaknai berada di ambang penganiayaan Yesus Kristus? Pertama-tama kita memaknainya dengan seruan “Amin”. Kita menerima kenyataan ini dan mengimaninya sebagai bentuk pemenuhan kehendak Bapa dari pihak Yesus, dan sebagai isi iman kita. Di dalam doa “Aku Percaya” kita ungkapkan iman kita dengan menyebutkan: Yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, wafat, dan dimakamkan. Mengamini ini berarti juga kita menyanggupi ajaran dan undangan Tuhan untuk mengikuti Dia dalam setiap saat penderitaan yang kita hadapi di dalam hidup kita.
Kita memaknai ini juga dengan tak gentar supaya kita tetap mempertahankan kebenaran dan kebaikan sebagai tanda kita mengambil bagian di dalam Tuhan. Biasanya godaan bagi mereka yang berada dalam situasi ambang derita dan penganiayaan ialah takut atau menyerah dan tunduk kepada pihak penganiaya. Ini yang tidak boleh dilakukan oleh pengikut Kristus yang autentik. Di ambang tersebut kita berani berseru: kerelaan ini adalah demi Tuhan Yesus Kristus.
Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Bapa di surga, kuatkanlah kami selalu khususnya ketika kami berada di tengah penderitaan dan penganiayaan, supaya kami tetap berpihak kepada-Mu saja. Bapa kami... Dalam nama Bapa...
PEKERJAAN MEMBERIKAN KESAKSIAN
Renungan kita pada hari ini bertema: Pekerjaan Memberikan Kesaksian. Yesus Kristus kembali lagi memberikan tanggapan tegas atas protes dan tuduhan para lawan-Nya yaitu kaum Farisi dan ahli Taurat. Perlawanan keras terhadap Yesus tampak semakin bertubi-tubi. Ini sebagai bentuk antisipasi pengalaman puncak penderitaan saat hukuman mati dan wafat di salib pada hari Jumat Agung.
Injil hari ini menampilkan penolakan terhadap Yesus bahwa Ia sungguh berasal dari Allah. Mereka dengan keras tidak mengakui dan menerima kalau Yesus diutus oleh Bapa di surga. Maka Ia menegaskan bahwa bukti kekuasaan Allah sungguh ada di dalam diri-Nya dalam bentuk pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya. Penyembuhan orang sakit, bangkitnya orang mati, makanan bagi yang lapar dan haus, pengusiran roh-roh jahat, dan penghiburan bagi orang-orang sedih. Semua itu adalah fakta pekerjaan Allah yang tak dapat dibohongi.
Yesus meminta supaya mereka tidak menyempitkan pandangan dan pemahamannya. Jika mereka menolak diri-Nya, paling kurang mereka harus objektif untuk mengakui pekerjaan-pekerjaan-Nya itu. Semua pekerjaan itu memberi kesaksian tersendiri tentang diri-Nya dan tentang Bapa yang berkuasa menyelenggarakan semuanya. Jika paling kurang mereka dapat menerima dan mengakui pekerjaan atau hasil pekerjaan, sudah implisit mereka menerima dan mengakui siapa yang berada di balik pekerjaan dan hasil kerjanya. Ternyata baik pribadi Yesus maupun pekerjaan-pekerjaan-Nya tidak diterima dan diakui, jadi dosa mereka memang sungguh besar.
Analogi ini mungkin bisa membantu kita merenungkan tentang pekerjaan yang memberikan kesaksian diri seseorang. Misalnya gaya hidup sebagian orang menunjukkan kalau mereka sangat membenci orang-orang sederhana dan pekerja keras seperti para petani, nelayan, atau peternak. Padahal setiap hari para pembenci itu dan keluarganya makan nasi, sayur, ikan, dan daging yang sesungguhnya merupakan buah dari pekerjaan orang-orang yang dibencinya. Jadi ini berarti suatu penyangkalan atas diri mereka sendiri dan atas orang lain yang ikut membantu kelangsungan hidup mereka.
Pekerjaan apa pun dan hasilnya sungguh mewakili diri kita sesungguhnya. Refleksi diri kita apakah kita itu murah hati atau tidak, kita rendah hati atau tidak, kita beriman atau tidak, tampil sangat nyata melalui pekerjaan kita dan hasil-nya. Pekerjaan dan hasilnya berbicara sendiri tentang diri kita. Setiap orang menghadirkan semua itu untuk dialami dan dinikmati orang-orang di sekelilingnya, tapi syarat dasarnya ialah supaya kita saling menerima dan mengakui sesama kita melalui pekerjaan dan hasil kerjanya masing-masing.
Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Bapa yang maha murah, terima kasih atas berkat-Mu sehingga kami dapat bekerja sesuai panggilan kami masing-masing dan hasilnya untuk hidup kami bersama. Kemuliaan... Dalam nama Bapa...
KABAR TERBESAR
Tema renungan kita pada hari ini ialah: Kabar Terbesar. Sebelum virus Corona menyebar ke seluruh negeri Indonesia, berita-berita besar yang menyita perhatian masyarakat ialah seputar korupsi, politik dan ekonomi. Misalnya, rencana pembangunan Ibukota RI yang baru dan bakal calon pemimpin ibukota itu menjadi kabar terbesar bagi Indonesia. Namun dalam hampir satu bulan terakhir, semua itu diganti oleh wabah virus Corona yang mencekam dan mematikan. Setiap hari berita tentang virus ini menghiasi semua kesempatan komunikasi di antara kita. Virus Corona adalah kabar terbesar dunia saat ini.
Di dalam urusan rohani dan iman, berita terbesar bagi kita ialah kabar suka cita yang disampaikan oleh utusan surga, Malaikat Gabriel, kepada seorang perawan di Nazaret di Galilea (daerah Israel) yang bernama Maria. Kabar ini disebut sebagai berita terbesar karena mempunyai beberapa alasan penting ini: 1) Gabriel sebagai salah satu malaikat agung yang menyampaikannya; 2) kabar itu mengakhiri semua bentuk janji yang telah dibuat Tuhan dengan manusia sejak zaman Abraham; 3) isi kabarnya ialah akan hadir Putera Allah yang menjelma menjadi manusia dengan nama Yesus Kristus; dan 4) kabar itu menandakan tema besar dalam sejarah keselamatan yang disebut inkarnasi.
Di dalam kitab nabi Yesaya, kabar terbesar itu sudah diantisipasi dengan janji yang menggambarkan begitu persis tentang seorang perawan yang akan melahirkan seorang utusan Allah. Putera yang dilahirkan itu akan diberikan nama Emanuel, yang berarti Allah beserta kita. Janji ini menjadi nyata dengan peristiwa perawan Maria yang menerima kabar dari surga melalui Malaikat Gabriel. Tanggapan Maria atas kabar terbesar itu: Aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu, merupakan sebuah tanggapan terbesar, yang menjadi standar tanggapan iman semua pengikut Kristus. Kita semua sebagai anak-anak Bunda Maria menjadikan tanggapan iman ini sebagai kesanggupan kita untuk melakukan kehendak Allah sepanjang hidup kita.
Perayaan kabar suka cita hari ini membuat kita percaya bahwa berita terbesar di dalam hidup kita sehari-hari ialah tentang kedatangan atau kehadiran dan kebenaran. Berita yang ada di sekitar kita baik lisan, tulisan, maupun online tentang kehadiran, keberadaan, dan kedatangan diri kita sendiri atau sesama harus lebih diutamakan daripada berita tentang ketidak-adaan. Berita tentang kebenaran yang berisi kebaikan, keadilan, kedamaian, suka cita, dan keselamatan harus lebih diperbesar dan disebarkan, daripada tentang kebohongan, kekerasan, kehilangan, permusuhan, perang, dan terorisme. Berita terbesar bagi kita ialah tentang kebaikan dan kebenaran, bukan sebaliknya.
Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Tuhan maha besar, penuhilah diri kami dengan kabar suka cita tentang kebenaran-Mu. Semoga Roh-Mu membantu kami untuk melawan semua berita palsu dan bohong. Salam Maria... Dalam nama Bapa...
AIR KESELAMATAN
Renungan kita pada hari ini bertema: Air Keselamatan. Banyak sekali manfaat air bagi kita manusia dan dunia. Dari semua kemanfaatannya itu, yang disebutkan dengan istilah “air keselamatan” merupakan suatu ungkapan yang abstrak. Sebutan “air suci”, atau “air bersih”, atau “air mineral” merupakan ungkapan konkret dan langsung kita pahami. Misalnya “air baptis”, wujud air adalah tanda yang dipakai untuk menandakan Yesus yang menggunakan air untuk membaptis.
Jadi istilah “air keselamatan” tetap berwujud sebagai air secara fisik yang menjadi tanda bagi Tuhan untuk melakukan tindakan keselamatan atas manusia yang ditolong-Nya. Kitab suci menyajikan banyak peristiwa keselamatan atau pembebasan melalui air, misalnya penyeberangan laut merah oleh orang Israel ketika melepaskan diri mereka dari perbudakan Mesir. Kedua bacaan pada hari ini juga menggambarkan air sebagai sarana keselamatan.
Nabi Yehezkiel berkisah tentang penglihatan akan air yang mengalir di dalam bait suci. Ke mana saja ia mengalir, semua yang terkena alirannya dan daerah sentuhannya menjadi hidup. Ini menyiratkan bahwa ketika tidak ada atau belum tersentuh air, kehidupan yang ada di sana mengalami kesulitan atau bahkan kematian. Di kolam Betesda, airnya sangat instrumental untuk kesembuhan orang-orang sakit. Mereka bergegas mendekat dan disentuh air ketika ia mulai guncang, mereka akan sembuh. Dari kedua gambaran peristiwa ini kita melihat bahwa air sebagai instrumen adalah sebuah tanda fisik yang nyata. Kuasa Allah untuk menyembuhkan dan menyelamatkan tampaknya tersembunyi.
Namun di kolam Betesda, misteri yang tersembunyi itu membuka dirinya. Orang sakit yang sudah menderita selama tiga puluh delapan tahun itu disentuh langsung oleh Tuhan yang sebenarnya hadir dan berkuasa di balik air tersebut. Ia sembuh seketika. Air keselamatan yang ditampilkan oleh kedua bacaan hari ini mengajarkan kita betapa pentingnya aspek tanda fisik dan maknanya air bagi kita. Untuk kelangsungan hidup kita di dunia ini, wujud fisik air jelas sangatlah penting. Tak ada air kita bakal mati seperti lahan tandus dan kering. Makna di balik kenyataan fisik ini ialah keseimbangan alam yang teratur sudah disediakan oleh Tuhan untuk kebaikan dan keselamatan umat manusia.
Air dalam sakramen baptis dan sebagai unsur sakramental dalam kebiasaan penghayatan iman Gereja, terlihat fisiknya sebagai air bersih dan sehat yang dikhususkan untuk pelayanan rohani di dalam Gereja. Makna di balik air pilihan ini ialah Tuhan sendiri yang bekerja melalui pelayan-pelayan-Nya untuk menyelamatkan, menyembuhkan, dan menguduskan umat-Nya.
Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan maha murah, jadikanlah kami seperti air yang memberikan kesejukan, ketenangan, dan kesembuhan bagi diri kami sendiri yang memerlukan kesembuhan jasmani-rohani, dan bagi sesama kami yang saat ini sedang menderita sakit. Bapa kami... Dalam nama Bapa...
Delivered by Leon Satyawan from Santa Helena Church, Parish of Curug in the Archdiocese of Jakarta, Indonesia. Daniel 2: 31-45; Rs psalm: Add Dan 3: 57.58.59.60.61; Luke 21: 5-11.WE FOLLOW THEDETERMINATION OF THE WORLD Our meditation today isentitled: We Follow the Determination of the World. Naturally, our bodies andall matters of the world obey the natural law. Our skin cannot withstand a verycold or very hot temperature. We will be tired and have problem with our breathafter running up the hill for some kilometers. The leaves will fall and thenturn to integrate with soil. The old houses and cities that already destroyedhad become debris. Our body after death will unite with the earth. This we call the lawof determination, that is, our lives are determined or destined to obey andfollow what nature wants. The same determination also comes from human violencesuch as war, discrimination, intolerance and other crimes. All are parts of thisworld. Because of original sin, we can't help but accept the fact that we mustfight, defend ourselves and even accept that in due time we will die and leavethis world. Daniel, a wise youngman who along with his three Jewish brothers worked to serve the Persian kingNebuchadnezzar, gave an understanding of the determination of nature and lifein this world to a king who did not believe in God. A mighty and powerful kingdomthroughout the earth will be destroyed and only its name would remain. Jesusalso states that the beautiful temple will be destroyed to the ground. Then,there would be extraordinary natural disasters and infectious diseasesthroughout the earth. All predictions willbe proven one by one over time. This means that all of us and all of our worksin this world are subject to the law of nature which is united with time inconstant change. None of us can intervene, even the world most braverst leaderand the greatest technological andvancement cannot stop this subjection.Technology and political power are not comparable to God's wisdom and will.Then God allows and enables humans to be experts in technology and politics,and the world seems to be so powerful. But God keeps nature and its laws reignand determine. God himself indeedcannot prevent if the will of nature occurs and the time for the body andmatter of this world must reach its end. God's will is certain, what istemporary will be destroyed in this world and dies, because there will be aneternal power, that is, the kingdom of God himself who regins. We reallybelieve in this. Let's pray. In the name of the Father... O glorious Lord Jesus, bless us as persons, families and communities, sothat we always look at You in hope for eternal life for all of us. Glory to theFather and to the Son and to the Holy Spirit ... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Laurens dan Yudith Embulaba dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Daniel 2: 31-45; Mazmur tg: T.Dan 3: 57.58.59.60.61; Lukas 21: 5-11.DETERMINASIDUNIA TAK BISA DITAHAN Renungan kita pada hari ini bertema: Determinasi Dunia TakBisa Ditahan. Secara alamiah, tubuh kita dan segala barang duniawi akan tundukkepada hukum alam. Kulit kita tak bisa bertahan pada suhu yang amat dingin atauamat panas. Kita akan lelah dan bernafas putus-putus setelah berlari di jalanmenanjak beberapa kilometer jauhnya. Dedaunan akan gugur lalu hancur menjaditanah. Rumah dan kota-kota yang dulu sudah hancur dan tinggal puing-puing saja.Tubuh kita setelah mati akan menyatu dengan tanah. Ini namanya hukum determinasi, yaitu diri dan hidup kitaditentukan atau ditakdirkan untuk taat dan mengikuti yang dimaui alam. Yangjuga ikut menentukan ialah tindakan-tindakan manusia yang keras seperti perang,diskriminasi, intoleransi dan kejahatan lainnya, sudah merupakan bagian duniaini. Karena dosa asal, kita mau tak mau menerima kenyataan bahwa kita mestiberjuang, mempertahankan diri bahkan rela menerima bahwa pada saatnya kita akanmati dan meninggalkan dunia ini. Daniel, pemuda bijaksana yang bersama ketiga saudaranyadari Yahudi bekerja melayani raja Persia Nebukadnesar, memberikan pemahamantentang determinasi alam dan hidup dunia ini kepada raja yang tidak percayakepada Tuhan Allah. Kerajaan yang perkasa dan penuh kekuasaan di seluruh bumiakan hancur dan hanya tinggal namanya saja. Yesus juga menyatakan bahwa baitsuci yang indah akan hancur hingga rata sampai tanah. Menyusul, akan adabencana alam luar biasa dan penyakit menular ke seluruh muka bumi. Semua ramalan bakal terbukti satu persatu denganberjalannya waktu. Ini berarti kita semua dan seluruh hasil karya kita di duniaini tunduk pada hukum alam yang menyatu dengan waktu yang terus berganti. Takada satu pun dari kita yang dapat mengintervensi, merekayasa dan menghentikanbahkan dengan kemampuan teknologi sehebat apa pun. Teknologi dan kekuasaanpolitik tak sebanding dengan kebijaksanaan dan kehendak Allah. Lalu Tuhanmengizinkan dan memampukan manusia untuk berteknologi dan berkekuasaan politikuntuk maju dan menjadi besar. Tetapi Tuhan membuat supaya alam dan hukumnyatetap berdaulat dan berdeterminasi. Bahkan Tuhan sendiri tidak bisa mencegah kalau kemauanalam itu terjadi dan saatnya tubuh dan materi dunia ini memang harus sampaipada akhiratnya. Kehendak Tuhan adalah pasti, yaitu yang sementara di dunia inipada saatnya hancur dan mati, karena akan ada suatu kekuasaan yang hidup abadi,yaitu kerajaan Allah sendiri. Kita sangat percaya akan hal ini. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Ya Tuhan Yesus yangmulia, berkatilah kami pribadi-pribadi dan keluarga serta komunitas, supayakami senantiasa memandang Dikau dalam pengharapan untuk kehidupan abadi bagikami semua. Kemuliaan kepada Bapa dan Putra dan Roh Kudus ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Erica Tanzil from the Parish of Sacred Heart of Jesus Cathedral in the Archdiocese of Makassar, Indonesia. Daniel 1: 1-6.8-20; Rs psalm: Add Dan: 3: 52.53.54.55.56; Luke 21: 1-4.A THOUSAND RUPIAHFOR GOD Our meditation today is entitled: A Thousand Rupiahfor God. A child asked his father why their family always sat on the 5throw from the front every time the Holy Mass was being celebrated in the parishchurch. The child was quite aware that his parents would bring the whole familyto sit on that bench. They were always in that place before the mass began.Their feet stepped on the same floor and their heads went straight to the sameroof. After the Mass, the father explained the reason to thechild. The reason was because of the thousand rupiah. From a young age andbefore marriage, he was impressed by the words of the parish priest at thattime. The priest said that each collection, the amount of which depends on eachperson, contributed in the construction of the parish church. Since then he hasnever been absent from giving a collection of a thousand rupiah. When he got married and had a family, he used to bringto every Mass a thousand rupiah as collection. That family saw firsthand howthe church was renovated to its current shape. The cost of renovating thechurch indeed came from the routine collection of one thousand rupiah for thefamily and other families in the parish. With such an understanding, the father and mother ofthe family always ensure that their place or position in the church must bereal and fixed. They showed it through a sign, that is to occupy a specialposition, so as to remind them of being special part of the membership of theChurch. Although their role and contribution to the Church are small, they havebecome an integral part of the growth of the Church as God's people. They justwant to make sure that they have the Church and at the same time the Church hasthem. The father's explanation really made the child understoodand was eager to be always active in the life of the church in theirparish. For all of us, one of the signsthat we are active and part of the Church is that we make our owncontributions. The condition for making a donation is very simple, namely togive sincerely and with all your heart. The gift is very appropriate torepresent ourselves, even though it amounts to only a thousand rupiah, but itexplains ourselves as people who have something to give. The sacrifice of the poor widow narrated in today'sGospel gives us inspiration to give to God what is worthy of God and what makesour hearts satisfied and happy. Let us pray. In the name of the Father ... O Lord, make us asgenerous and loving as you who always generous and loving to us. Hail Mary,full of grace... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Monika Miselia dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. Daniel 1: 1-6.8-20; Mazmur tg: T.Dan 3: 52.53.54.55.56; Lukas 21: 1-4.UANG SERIBUUNTUK TUHAN Renungan kita pada hari ini bertema: Uang Seribu UntukTuhan. Seorang anak bertanya kepada bapaknya, alasan mereka sekeluarga selalududuk di bangku urutan ke-5 dari depan, setiap kali perayaan misa di gerejaparoki. Anak itu memastikan bahwa orang tuanya akan membawa seluruh keluargaduduk di bangku tersebut. Mereka selalu berada di tempat itu sebelum misadimulai. Kaki mereka menginjak lantai yang sama dan kepala mereka lurus ke atapyang sama. Setelah Misa, bapak menjelaskan alasannya kepada sanganak. Alasannya ialah karena uang seribu rupiah. Sejak masih muda dan sebelumkawin, ia yang masih remaja dibuat terkesan dengan perkataan pastor paroki padawaktu itu. Pastor berkata bahwa setiap kolekte, yang besar kecilnya bergantungpada setiap orang, ikut membangun rumah ibadat mereka di paroki. Sejak saat ituia tidak pernah absen memberikan kolekte seribu rupiah. Pada waktu ia sudah menikah dan berkeluarga, ia biasakanketiga anaknya membawa seribu rupiah untuk kolekte pada setiap kali perayaanMisa. Keluarga itu ikut melihat secara langsung bagaimana gereja itu direnovasisampai mencapai bentuknya seperti saat ini. Biaya renovasi gereja itu antaralain bersumber dari kolekte yang rutin sebesar seribu rupiah keluarga tersebutdan keluarga-keluarga lain. Dengan pemahaman yang demikian, bapak dan ibu keluarga ituselalu memastikan bahwa tempat atau posisi mereka di dalam gereja harus nyatadan tetap. Mereka secara simbolik menempati suatu posisi yang spesial, supayamengingatkan mereka sebagai bagian yang spesial di dalam keanggotaan Gereja.Biarpun peran dan sumbangan mereka tidak seberapa kepada Gereja, tetapi merekatelah menjadi bagian yang menyatu dalam pembangunan Gereja sebagai umat Allah.Mereka hanya ingin memastikan bahwa mereka memiliki Gereja dan sebaliknyaGereja memiliki mereka. Penjelasan bapak sungguh membuat sang anak paham dansemakin giat di dalam hidup menggereja di parokinya. Bagi kita semua, salah satu tanda kita aktifdan menjadi bagian dari Gereja, ialah karena kita memberikan sumbangan kitamasing-masing. Syarat memberikan sumbangan itu sangat sederhana, yaitumemberikan dengan tulus dan dengan segenap hati. Pemberian itu sangat pantasuntuk mewakili diri kita, meski jumlahnya seribu rupiah, tetapi menjelaskandiri kita sebenarnya sebagai orang yang mempunyai sesuatu untuk diberikan. Persembahan janda yang miskin yang dikisahkan di dalamInjil hari ini memberikan kita inspirasi untuk memberikan kepada Tuhan apa yangpantas kepada Tuhan dan apa yang membuat hati kita puas dan bahagia. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Tuhan, jadikanlahdiri kami bermurah hati dan penuh kasih seperti diri-Mu yang selalu bermurahhati dan penuh kasih kepada kami. Salam Maria, penuh rahmat... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Melinda and Celine from the Parish of Saint Marinus Yohanes in the Diocese of Surabaya, Indonesia. 2 Samuel 5: 1-3; Rs psalm 122: 1-2.4-5; Colossians 1: 12-20; Luke 23: 35-43.THREE GIFTS FORCHRIST THE KING The title for ourmeditation on this Sunday, Solemnity of Our Lord Jesus Christ, King of theUniverse is: Three Gifts for Christ the King. We end our liturgical year C witha great celebration, which is the solemnity of Christ as king of the wholeuniverse. He is our King too. A king who is glorified and honored at his very solemnmoment, he must be seen in his palace and sits on his throne. Every one comesfrom all over the kingdom to worship and give thanks. Visitors do not forget tobring gifts or souvenirs for the king. This is a commonpractice in the world in terms of honoring a king. For the Lord Jesus Christ asking, one might ask: where do we go to visit and give our gifts as signs of ourhonor to Him? For sure, in this world Jesus has no palace and throne. He has nosoldiers and staff surrounding him in the palace. Our gospel of todayillustrates that the palace and throne of Jesus are the Golgotha Hill and thecross on which he hangs, in the midst of blasphemies and torments come from hisenemies. We, the members ofthe Kingdom of Jesus Christ must have the proper attitude of faith, so we cancome to visit our King without shame, hurt, and anger. On the contrary, we mustcome to pay our homage with an attitude of joy and gratitude. Why? Because Christthe King is very different from the kings of this world, which are the same asKing David, who will disappear one day with all his authority and glory. Christthe King reigns in the world and in heaven. In heaven lies His palace andthrone. His kingdom is the kingdom of Light. By looking at thecrucified Christ the King, the gifts we should give to Him should be our faith,love and hope. Leaders should be teachers of the faith, but they actuallyinsulted and cursed Jesus on the cross. We must offer true faith to our King,because in and through Him our faith in God grows and bears fruits. We believein the truth that Jesus Christ suffered greatly under the power of PontiusPilate, was crucified, died and was buried. We believe that His throne in theworld is the Cross and his disciple we embrace that Cross as our strength. The soldiersarrogantly insulted Himself as king. They are like those who have no love,though their lives are entirely as servants and helpers, but they really do nothave love in treating Jesus Christ. We must treat Jesus Christ with true love,namely through our self-denial in following the way of His cross. A criminalconvicted with Jesus joined in insulting Jesus, and this reflects how sinnersand marginal people expect salvation through the actions of Jesus Christ. Wealso have that hope, that is, we die with Christ and rise again with Him.Let's pray. In the name of theFather... O Lord Jesus, our King, strengthen us on the path of Your way of theCross until we reach salvation. May we do not lose hope of that salvation. OurFather who art in heaven... In the name of the Father...
Dibawakan oleh Rini, Tirto, Hendry dan Pater Peter, SDB dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. 2 Samuel 5: 1-3; Mazmur tg 122: 1-2.4-5; Kolose 1: 12-20; Lukas 23: 35-43.TIGA HADIAH BAGIRAJA KRISTUS Tema renungan kita pada hari Minggu, Hari Raya Tuhan KitaYesus Kristus Raja Semesta Allah ini ialah: Tiga Hadiah Bagi Raja Kristus. Kitamengakhiri tahun liturgi C dengan satu perayaan besar, yaitu hari raya Kristussebagai raja kita dan segenap semesta. Seorang raja yang dimuliakan dandihormati pada pestanya yang amat spesial, ia berada di istana dan duduk ditakhtanya. Setiap orang datang dari seluruh kerajaan untuk menyembah danmemberikan tanda syukur. Pengunjung tak lupa membawa hadiah atau oleh-oleh bagisang raja. Ini adalah suatu kebiasaan umum dalam kehidupan kerajaandi dunia. Bagi Tuhan Yesus Kristus sebagai raja, orang bisa saja bertanya: kemana kita pergi untuk mengunjungi dan memberinya oleh-oleh atau hadiah kita?Yang jelas, di dunia ini Yesus tidak punya istana dan takhta. Ia tidak punyapara serdadu dan staf yang mengelilinginya di istana. Injil kita pada hari inimenggambarkan bahwa istana dan takhta Yesus ialah bukit Golgota dan kayu salibyang berdiri tempat Ia bergantung, di tengah hujatan dan siksaan paramusuh-Nya. Kita yang menjadi anggota Kerajaan Yesus Kristus pastimemiliki sikap iman yang benar, sehingga dapat datang mengunjungi Raja kitadengan tanpa rasa malu, sakit hati, dan marah. Justru sebaliknya, kita harusdatang dengan sebuah sikap penuh suka cita dan syukur. Mengapa? Karena RajaKristus sangat berbeda dari raja-raja dunia ini, yang sama dengan raja Daud,yang akan lenyap bersama segala kekuasaannya. Raja Kristus berkuasa di duniadan di akhirat. Di dalam surga terletak istana dan takhta-Nya. Kerajaan-Nyaadalah kerajaan Terang. Dengan memandang Raja Kristus yang tersalib, hadiah-hadiahyang seharusnya kita berikan kepada-Nya ialah iman, kasih dan harapan kita.Para pemimpin seharusnya adalah guru iman, tetapi mereka justru menghina danmengutuk Yesus tersalib. Kita mesti mempersembahkan iman yang benar kepada Rajakita, karena di dalam dan melalui Dia iman kita kepada Tuhan tumbuh danberbuah. Kita percaya, Ia menderita sengsara dalam pemerintahan PontiusPilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan. Kita percaya takhtanya di dunia ialahSalib. Para prajurit dengan sombongnya menghina diri-Nya sebagairaja, bagaikan orang-orang yang tidak punya kasih. Padahal hidup merekasepenuhnya adalah hamba dan pelayan, tetapi mereka benar-benar tidak memilikikasih dalam memperlakukan Yesus Kristus. Kita harus memperlakukan Yesus Kristusdengan kasih yang benar, yaitu melalui penyangkalan diri dalam mengikuti jalansalib-Nya. Seorang kriminal yang dihukum bersama Yesus ikut menghina Yesus, danini merefleksikan betapa para pendosa dan marginal mengharapkan keselamatanmelalui tindakan Yesus Kristus. Kita juga memiliki pengharapan itu, yaitu kitamati bersama Kristus dan bangkit tetap bersama Dia. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Tuhan Yesus, sangRaja kami, kuatkanlah kami dalam jalan menuju ke puncak keselamatan denganmengikut teladan-Mu dalam menyangkal diri dan memanggul salib kehidupan kami.Bapa kami yang ada di surga ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Father Peter Tukan, SDB from Salesian Don Bosco Gerak in the Diocese of Labuan Bajo-Flores Barat, Indonesia. 1 Maccabees 6: 1-13; Rs psalm 9: 2-3.4.6.16b.19; Luke 20: 27-40.CURIOUS ABOUTLIFE AFTER DEATH The title for our meditation today is: Curious AboutLife After Death. A teenager has just become an orphan. His father and motherpassed away consecutively last year and in the middle of this year. When manypeople came to mourn his mother, they expressed their sadness and criedemotionally. But the teenager remained calm and welcomed everyonewho came. Many people asked why he didn't look sad and moved with emotion. Hereplied that he only cried in the early moments of his mother’s death. Afterthat, he felt peaceful and full of hope. He believed his mother would meet hisfather in heaven. This young man's belief that his mother and father arealive in heaven must not have been accepted and believed by the Sadducees asshown in today's Gospel reading. They do not believe in the resurrection of thebody, nor in the existence of heaven. Therefore they also do not believe in theexistence of angels. They only believe that heaven is the joy and contentmentof this world. Is the notion that there is no bodily resurrection andno heaven still around us? We who follow this meditation daily and are committedto the authentic faith in Jesus Christ certainly do not fall into thatcategory. We also do not want to risk forcing ourselves into the group ofpeople who do not believe in bodily resurrection and eternal life. Behind that risk is a situation like a person whomeets a dead end after going through the twists and turns of life in thisworld. The end of it all is death and nothing else. If the end or ultimate goalis death, the spirit of life and the focus of the people in this world is onlyto enjoy this world in all ways and situations. For them, after death there isnothing else to acquire and enjoy. Let us think for example on marriage and family life. OurChristian faith does not teach us to accept death as the end of life in thisworld, but it teaches us to accept and believe in the new life in theresurrection of the body and everlasting life. In that new life all people arespirits who see one another as brothers and sisters and as children of God. Theyno longer need a life like before death. The spirit cannot marry, the one whomarries is the body. We just need to prepare ourselves to welcome death andthen resurrection. Each of us must first be convinced, then we need to convinceothers of this very important element of our faith. If anyone is curious about what life after death willbe like, the only one who has sure answer is Jesus, because only He has raisedfrom the dead. We just need to listen and follow him. Let us pray. In the name of the Father... O merciful Lord,strengthen our faith in the resurrection of the body and eternal life that wealways long and pray for. Glory to the Father and to the Son and to the HolySpirit... In the name of the Father ...
Dibawakan oleh Victor dan Ade dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. 1 Makabe 6: 1-13; Mazmur tg 9: 2-3.4.6.16b.19; Lukas 20: 27-40.PENASARANTENTANG HIDUP SETELAH MATI Tema renungan kita pada hari ini ialah: Penasaran TentangHidup Setelah Mati. Seorang remaja baru saja menjadi yatim piatu. Bapak danibunya meninggal dunia berturut-turut tahun lalu dan pertengahan tahun ini.Pada saat banyak orang datang melayat ibunya, mereka mengungkapkan kesedihandan menangis dalam haru. Tetapi remaja itu tetap tenang dan menyambut setiap orangyang datang. Berapa orang bertanya mengapa ia tidak kelihatan sedih danmenangis. Ia menjawab bahwa ia hanya menangis pada saat-saat awal kematian.Setelah itu ia merasa damai dan penuh optimisme. Ia percaya ibunya akan bertemubapanya di surga. Keyakinan orang muda ini bahwa ibu dan bapaknya hidupkembali di surga pasti tidak dipercayai orang-orang Saduki yang disebutkandalam bacaan Injil hari ini. Mereka tidak percaya akan kebangkitan badan,demikian juga keberadaan surga. Oleh karena itu mereka juga tidak percayaadanya malaikat-malaikat. Mereka hanya percaya bahwa surga itu adalah rasagembira dan kepuasan dunia ini. Apakah anggapan bahwa tidak ada kebangkitan badan dantidak adanya surga masih ada di sekitar kita? Kita yang mengikuti renunganharian dan yang tekun dalam iman yang otentik, tentu tidak termasuk kategoriitu. Kita juga tidak ingin mengambil risiko untuk memaksakan diri masuk dalam kelompokorang-orang yang tidak percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Di balik risiko itu ialah suatu nasib seperti orang yangbertemu jalan buntu setelah melalui liku-liku hidup di dunia ini. Akhir darisemua itu hanyalah kematian dan tidak ada yang lain. Kalau akhir atau ujungnyaadalah kematian, konsekuensinya ialah semangat hidup dan fokus orang-orang didunia ini hanya untuk menikmati dunia ini saja dengan segala macam cara dansituasinya. Karena setelah dari dunia ini tak ada apa-apa lagi yang akandinikmati. Misalnya tentang kawin dan hidup berkeluarga. Akhir hidupdi dunia ini adalah kematian. Namun kehidupan baru akan berlanjut di dalamkebangkitan sebagai para roh, yang hidupnya sebagai saudara-saudari sesama anakTuhan yang sudah tidak perlu lagi hidup seperti di dunia. Roh tidak bisa kawin,yang kawin adalah badan. Kita hanya perlu mempersiapkan diri untuk menyambutkematian dan kebangkitan. Masing-masing kita harus pertama-tama yakin, kemudiankita perlu meyakinkan orang lain keyakinan yang sangat utama ini. Kalau ada yang penasaran kehidupan setelah mati sepertiapa, jawaban satu-satunya yang pasti ialah Yesus, karena hanya Dia yang telahkembali dari kematian. Kita hanya perlu mendengarkan dan mengikuti Dia. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Allah maha pengasih,kuatkanlah iman kami akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal yang kamiselalu rindukan dan doakan. Kemuliaan kepada Bapa dan Putra dan Roh Kudus ...Dalam nama Bapa ...
Delivered by Stella Wijaya from the Parish of Sacred Heart of Jesus Cathedral in the Archdiocese of Makassar, Indonesia. 1 Maccabees 4: 36-37.52-59; Rs psalm: 1 Chronicles 29: 10.11abc.11d-12a.12bcd; Luke 19: 45-48.A WORTHYOFFERING TO GOD The title forour meditation today is: A Worthy Offering to God. Today the whole Church commemorates the Presentation of the Blessed VirginMary to God. This event is not found in scriptures, but is part of the Church'ssacred tradition and history. The little Mary who was offered in the temple ofGod, was a continuation of her special gift, that is, she was conceived withoutsin because she had been chosen by God from the beginning of her life. The Church believes that from the beginning the wombof the pregnant mother who conceived Mary was sacred. Born holy, Mary must had enteredthe womb of the communion of God's people which God has ordained from thebeginning in the eternal communion of the holy Trinity. Mary then lived a life inthe fullness of God's grace, until the moment she received the heavenly goodnews to make her the Mother of God, and took a very important role in the lifeof Jesus Christ. God chose Mary is purely an act of his divineinitiative. In response to that initiative, Mary as a person and all those whotake part in her mission gratefully dedicate their whole lives to God. Thus theevent of Mary’s presentation to God must be the primary model for all humanself-offering to God, and the sign of that offering is seen when a person is consecratedin the house of God through an official rite. There are somany means, rituals and places that are sanctified to help us purify ourselvesbefore God. One of them is holy worship which is celebrated to give offeringsof gratitude and praise to God. In the first reading it is said how JudasMaccabees with the Jews who were obedient to God consecrated the altar andjoyfully offered sacrifices to God. Jesus once came to the temple and cleansed itbecause it was used as a marketplace by the Pharisees and the Jews. The holytemple was defiled with shameful worldly activities. This desecrated temple could no longer be themeans and rituals of sanctification in the moments when God and his peopleencountered. Sacred meansand instruments are not the purpose of our faith. They are very important and haveroles in helping us to achieve the goal, which is to meet God and live withHim. Our important task is to cleanse it from desecration, use it as we should,teach it to those who do not yet know, and when necessary, repair as it isbroken, and maintain it with responsibility. Letus pray. In the name of the Father ... O most holy Lord Jesus Christ, sanctifyus always every time we pray and prostrate in the presence of the heavenlyFather to receive all the blessings. Hail Mary, full of grace... In the name ofthe Father ...
Dibawakan oleh Maria Goreti dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. 1 Makabe 4: 36-37.52-59; Mazmur tg 1 Taw 29: 10.11abc.11d-12a.12bcd; Lukas 19: 45-48.PERSEMBAHAN YANG LAYAK KEPADA TUHAN Tema renungan kita pada hari ini ialah:Persembahan Layak Kepada Tuhan. Pada hari iniseluruh Gereja memperingati Santa Perawan Maria dipersembahkan kepada Allah.Peristiwa ini tidak kita temukan di dalam kitab suci, tetapi merupakan salahsatu bagian dari warisan tradisi dan sejarah suci Gereja. Maria kecil yangdipersembahkan di rumah Allah yang suci, merupakan kelanjutan karunia khususkepadanya yaitu ia dikandung tanpa noda dosa sebab ia sudah terpilih oleh Allahsejak awal hidupnya. Umat Gereja sejak awal mempunyaikeyakinan kalau rahim ibunda yang mengandung Maria adalah suci. Terlahir suci,Maria mesti memasuki rahim persekutuan umat Allah yang sudah ditetapkan olehAllah sejak awal mula dalam persekutuan abadi pribadi-pribadi Tritunggal suci .Maria lalu menjalani sebuah kehidupan penuh dengan rahmat Allah, sampaimenerima kabar suka cita, dan mengambil peran amat penting dalam hidup YesusKristus. Maria yang terpilih semata-matamerupakan inisiatif ilahi. Sebagai tanggapan terhadap itu, ia sebagai pribadidan semua orang yang mengambil bagian dalam perutusannya dengan penuh syukurmempersembahkan segenap hidup mereka kepada Tuhan. Demikianlah peristiwa Mariadipersembahkan kepada Allah harus menjadi model utama bagi semua persembahandiri manusia kepada Tuhan dan tanda perembahan itu tampak pada waktu seseorangdikuduskan di dalam rumah Tuhan melalui suatu ritual yang resmi. Banyak sekali sarana, ritual dan tempat yangdikuduskan supaya dapat membantu kita menyucikan diri kita di hadapan Tuhan. Salahsatunya ialah ibadat suci yang yang dirayakan untuk memberikan persembahansyukur dan pujian kepada Tuhan. Di dalam bacaan pertama dikisahkan bagaimanaYudas Makabeus bersama orang-orang Yahudi yang taat kepada Allah menahbiskanmezbah dan dengan suka cita mempersembahkan kurban kepada Allah. Rumah ibadatyang dijadikan pasar dan dinodai dengan aktivitas duniawi yang memalukan, dibersihkanoleh Yesus. Penodaan ini pasti tidakdapat lagi menjadi sarana dan ritual pengudusan kita. Sarana dan instrumen yang suci itu bukan sebagaitujuan kita beriman. Mereka sangat penting dan berperan membantu kita supayamencapai tujuan, yaitu berjumpa dengan Tuhan dan tinggal bersama Dia. Tugaskita yang penting ialah membersihkannya dari penodaan, menggunakan sesuaifungsinya, mengajarkannya kepada mereka yang belum mengetahui, menambahkan biladiperlukan, memperbaiki yang rusak, dan memeliharanya dengan tekun. Marilahkita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Yesus yang baik, kuduskanlah kami selalusetiap kali kami berdoa dan bersujud kepada Tuhan. Salam Maria, penuh rahmat ...Dalam nama Bapa ...
Delivered by Ria from the Parish of Good Shepherd in the Diocese of Surabaya, Indonesia. 1 Maccabees 2: 15-29; Rs psalm 50: 1-2.5-6.14-15; Luke 19: 41-44.THE HOUSE OF GODTHAT IS DESTROYED Today's meditation is entitled: The House of God thatis Destroyed. There was a recent flood disaster that hit a village inhabited byCatholics. There stands a parish church which was built with community’sself-funded funds about ten years ago. Half of the church building wasdestroyed by the floods, along with much damage to the village. What standsfirm and is not affected by anything is the bell tower on which there is across. Every parishioner and visitor who saw the condition ofthe badly damaged church building showed sadness and shared in the grieftogether. They reminisced about the times when they worked together to buildit. They remember the wonderful times when they worshipped together ingratitude and the warmth of faith among the priest and his people. They notedthat there have been so many sacramental celebrations performed in the church. We all understand that the church is a place where Goddwells. In His public ministry, Jesus Christ sanctified every place He enteredand visited. The temple is no longer centered in one place, but is in JesusChrist who moves, walks, and reaches every home and person of those who welcomeHim. Jesus brought His own temple to sanctify all who came to or encountered. The worship and purification of God's house is clearlydemonstrated by Mattathias and his Jewish sons, as narrated in today's firstreading. King Antiochus Epiphanes forced the Jews to abandon their worship ofthe Lord God, and to follow the idolatry of the pagans. Mattathias and hisgroup resisted the imposition of the will vigorously, that following the king'swill meant destruction, while following the Lord God meant salvation. Jesus himself fell in pity and became very sad aboutthe holy place, the house of God in Jerusalem which was full of stains of sinbecause of the actions of the religious leaders and the unbelievers in a trueand sincere way. As a result of the desecration, the house will be destroyed tothe ground. In fact, God was foretelling that the kingdom of this world,represented by the magnificent Jerusalem, will in due time be destroyed. Thishappened around 71 AD, Jerusalem was really destroyed by the invaders, namelythe Romans. Later in the course of time and up to this moment,earthly Jerusalem has never lived in peace and joy. This picture is verysuitable for comparison with every person of believers who is afflicted withsin and iniquity. Destruction and damage are coming soon. God weeps over oursinful condition. We should be aware of that and we should immediately turn toGod and become again His beloved children. Let us pray. In the name of the Father ... O most loving Lord,accept our confession of lack of faithfulness to You and forgive our sins.Glory to the Father and to the Son and to the Holy Spirit... In the name of theFather ...
Dibawakan oleh Nancy Phanasta dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. 1 Makabe 2: 15-29; Mazmur tg 50: 1-2.5-6.14-15; Lukas 19: 41-44.RUMAH TUHAN YANGRUSAK Renungan pada hari ini bertema: Rumah Tuhan Yang Rusak. Adasuatu bencana banjir baru-baru ini yang menimpa sebuah desa yang didiami olehumat Katolik. Di situ berdiri sebuah gereja Paroki yang dibangun dengan swadayaumat, sekitar sepuluh tahun lalu. Setengah bagian bangunan gereja itu hancurditerjang banjir, bersama dengan banyak kerusakan dalam desa tersebut. Yangberdiri kokoh dan tidak terdampak apa-apa ialah menara lonceng yang dipuncaknyaada salib. Setiap umat Paroki dan pengunjung yang melihat kondisibangunan gereja yang rusak parah itu menunjukkan rasa sedih dan ikut berbagidalam duka bersama. Mereka mengenang saat-saat ketika mereka bergotong-royongmembangunnya. Mereka mengingat saat-saat indah ketika mereka beribadah bersamadalam rasa syukur dan kehangatn iman di antara imam dan para umatnya. Merekamencatat sudah begitu banyak perayaan sakramen-sakramen yang dilakukan di dalamgereja itu. Kita semua paham bahwa gereja merupakan tempat Tuhanberdiam. Di dalam pelayanan publik-Nya, Yesus Kristus menguduskan setiap tempatyang Ia masuki dan kunjungi. Bait suci tidak lagi hanya berpusat di satu tempatsaja, tetapi berada di dalam Yesus Kristus yang bergerak, berjalan danmenjangkau setiap rumah dan diri orang-orang yang menyambut-Nya. Yesus membawabait suci diri-Nya sendiri untuk menguduskan semua yang didatangi ataudijumpai. Pemujaan dan pemurnian rumah Allah dengan jelasditunjukkan oleh Matatias dan anak-anaknya yang beriman Yahudi, dalam bacaanpertama hari ini. Raja Antiochus Epifanes memaksakan orang Yahudi untukmeninggalkan penyembahannya kepada Tuhan Allah, dan mengikuti penyembahanberhala orang kafir. Matatias bersama kelompoknya melawan dengan keras pemaksaankehendak itu, bahwa mengikuti keinginan raja berarti hancur, sedangkanmengikuti Tuhan Allah berarti selamat. Yesus sendiri jatuh kasihan dan menjadi sedih sekalidengan tempat suci, rumah Tuhan di Yerusalem yang penuh dengan noda dosa karenaulah para pemuka agama dan umat yang tidak beriman dengan benar dan tulus.Akibat penodaan itu, rumah itu akan hancur rata dengan tanah. Sebenarnya Tuhansedang meramalkan bahwa kerajaan dunia ini yang diwakili oleh Yerusalem yangamat megah, pada saatnya akan hancur. Hal ini terjadi sekitar pada tahun 71Masehi, Yerusalem sungguh hancur oleh bangsa penjajah, yaitu bangsa Romawi. Selanjutnya dalam perjalanan waktu dan sampai detik ini,Yerusalem yang duniawi itu tidak pernah hidup di dalam damai suka cita.Gambaran ini amat cocok disamakan dengan diri setiap orang beriman yang ditimpadosa dan kedurhakaan. Kehancuran dan kebinasaan akan segera datang. Tuhanmenangisi keadaan kita yang penuh dengan dosa. Seharusnya kita sadari itu dankita harus segera berbalik kepada Tuhan dan menjadi anak-anak-Nya. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa ... Ya Allah, terimalahpengakuan diri kami yang kurang setia kepada-Mu dan ampunilah dosa-dosa kami.Kemuliaan kepada Bapa dan Putra dan Roh Kudus ... Dalam nama Bapa ...
Delivered by Enge Kristina from the Parish of Saint Aloysius Gonzaga in the Diocese of Surabaya, Indoensia. 2 Maccabees 7: 1.20-31; Rs psalm 17: 1.5-6.8b.15; Luke 19: 11-28.A WAY TODEFEAT TERRORISM The title for ourmeditation today is: A Way to Defeat Terrorism. Within a WhatsApp group ofyoung people, there was an interesting discussion about crimes and evilsagainst members of the Church. There have been many bishops, priests andreligious who have offered their lives for the sake of Christ and the Gospel.There have been many lay people, families, youth and children who havesacrificed their lives just because they are Christians and members of theChurch. In general, thatdiscussion provoked feelings of fear, vigilance and anger at those crimesbefell the Christians. However, at the end of discussion, they had an agreementthat the crime basically had happened to Jesus Christ with the suffering withthe cross which was very shameful. Jesus himself promised to His followers, allof us members of the Church, that we will face various kinds of evil andsuffering. In short, the Church really experiences martyrdom as part of ourjourney of faith. In manyinstances, such cruel treatment to the members of the Church everywhere in theworld can be classified as terrorism. Today's first reading from the secondbook of Maccabees describes the brutality of terrorism. The King Antiochus Epiphanesand his men killed seven Jewish brothers: skinning their heads, decapitatingthem, frying them one by one, while other boys and their mother were forced towatch. The mother was forced to persuade children who were still alive to renouncefaith in God, or eliminate the sacred traditions of the ancestors. However, theirreaction to fight back with spiritual terrorism was stronger. They depended onthe faith in God and holy traditions to defeat the power of the king. Childrenwho were persuaded to abandon their true faith were killed as martyrs, yet theywere victorious in the power of God. Finally, the mother was also martyred. Thetrue faith of the family was so strong and had defeated the cruelty of theterrorists. Until now, there has been only way that the Church uses to fightterrorism is to remain in true faith even to the point of death. The experienceof martyrdom as described above is for us the way to increase our faith anddevelop in spiritual life. We are proud and happy as members of the Church forwe have been raised and strengthened by the blood of martyrs. We might notexperience as cruel treatment as they were in the past. But our big challenge nowis to remain and be filled in this faith. Our justification is to live in thisfaith properly and have its fruitful impact. The servants who multipliedtalents given to them, as described in the passage of the Gospel today can be theexample for us to be responsible in our faith. By taking responsibility for ourfaith when we are still on earth, we will easily be accountable for it in thehereafter. Let's pray. In the name of the Father ... A generousFather, strengthen us to be able to resist fear, discouragement and escape, butthrough the power of the Holy Spirit may we become your children to remainresponsible to do your will. Our Father who art in heaven ... In the name ofthe Father ...
Dibawakan oleh Adrianus A. Guntur dari Komunitas Pukat Labuan Bajo di Keuskupan Labuan Bajo, Indonesia. 2 Makabe 7: 1.20-31; Mazmur tg 17: 1.5-6.8b.15; Lukas 19: 11-28.SATU CARA UNTUKKALAHKAN TERORISME Tema renungan kita pada hari ini ialah: Satu Cara UntukKalahkan Terorisme. Di dalam satu grup Whatsapp orang-orang muda, ada satudiskusi menarik tentang kejahatan-kejahatan terhadap anggota-anggota Gereja.Ada Uskup, imam dan biarawan yang dibunuh. Ada orang awam, keluarga, orang mudaatau anak-anak yang dianiaya, hanya karena mereka beriman kepada Kristus dansebagai orang Katolik. Secara umum diskusi itu mengungkapkan perasaan takut,waspada dan geram terhadap kejahatan-kejahatan tersebut. Namun akhirnya paraorang muda tersebut memiliki kesepakatan bahwa kejahatan tersebut pada dasarnyaterjadi pada Yesus Kristus dengan penderitaan salib-Nya yang sangat memalukan.Yesus sendiri janjikan kepada para pengikut-Nya, kita semua anggota Gereja,bahwa kejahatan dan penderitaan yang sama akan kita hadapi. Singkatnya, Gerejayang mengalami nasib sebagai martir adalah bagian dari perjalanan iman kita. Dalam banyak peristiwa, perlakuan keji terhadap paramartir dan anggota Gereja di mana pun sampai saat ini dapat digolongkan sebagaiterorisme. Bacaan pertama hari ini dari kitab kedua Makabe menggambarkankebrutalan terorisme itu. Raja Antiokus dan orang-orangnya membantai tujuhbersaudara Yahudi: menguliti kepala, memenggal tubuh, menggoreng mereka satudemi satu, sambil anak lelaki lain dan ibu mereka dipaksa menyaksikannya. Sangibu dipaksa supaya membujuk anak-anak yang masih hidup untuk meninggalkan imankepada Tuhan, atau menghilangkan tradisi suci nenek moyang yang religius. Tetapi aksi melawan balik dengan terorisme rohani dariiman yang kuat kepada Tuhan dan tradisi suci ternyata lebih kuat. Anak-anakyang dibujuk itu menang demi Tuhan meski mereka harus dibunuh juga sebagaimartir. Akhirnya sang bunda juga ikut dibunuh dan menjadi martir. Iman keluargaitu begitu kuat sehingga dapat mengalahkan teroris. Sampai dengan saat ini,satu-satunya cara yang Gereja pakai untuk melawan teroris ialah bertahan dalamiman meski diancam mati sekalipun. Pengalaman kemartiran di atas cukup buat kita untukmengindahkan iman dan kehidupan rohani kita. Kita bangga dan gembira sebagaianggota Gereja yang sudah dibesarkan dan dikuatkan oleh para martir. Kitamungkin tidak mengalami perlakukan keji seperti mereka. Tetapi tantangan besarkita yaitu mempertahankan iman ini. Caranya ialah mempertanggungjawabkan itusecara benar dan berdampak indah. Para hamba yang memperbanyak talentaberlipat-lipat, seperti yang digambarkan perumpamaan Yesus dalam Injil hariini, dapat menjadi contoh bagi kitauntuk beriman yang bertanggung jawab. Dengan mempertanggungjawabkan iman dibumi, kita akan dengan mudah mempertanggungjawabkan iman di akhirat nanti. Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa... Bapa yang murah hati,perkuatkanlah kami untuk dapat menolak rasa takut, mudah putus asa dan cepatmenyerah, tetapi menyanggupi kuasa Roh Kudus untuk menjadikan kami anak-anak-Muyang bertanggung jawab. Bapa kami yang ada di surga ... Dalam nama Bapa ...


![[ENG] Meditation Friday of the 4th Week of Lent, March 27, 2020 [ENG] Meditation Friday of the 4th Week of Lent, March 27, 2020](https://s3.castbox.fm/44/ff/ed/19d3aa8fd1f7ae4960be1f7c53058663bf_scaled_v1_400.jpg)


