Bersamamu, Wahai Tuan...
Update: 2022-02-03
Description
Ingatkah dirimu tuan?
Disetiap inci kota itu adalah jalanan panjang kenangan lalu bersamamu.
Disetiap tepian malam kota itu adalah tinta hitam sejarah kelam duka bersamamu.
Disetiap lampu tiap sudut jalanan kota itu adalah kurcaci-kurcaci penguping sendu sedan bersamamu.
Disetiap rinai hujan kota itu adalah tangis terbahak-bahak para gemintang kala tanganmu menepis hadirku.
Disetiap derai debur ombak kota itu adalah hakim agung perpisahan kisah kita.
Lihatlah tuan
Angin tertawa begitu kencang mencaci tangisku pada kepergianmu.
Burung-burung camar tiada henti mengejekku kala masih kukenang selalu hadirmu.
Hancur sudah harapku tuan, kala kakimu kau teruskan melangkah lebih jauh dari perkiraanku.
Maaf wahai pujangga,
Hujan tak mampu menghapus duka.
Angin tak bisa meniup lara.
Mentari tak dapat mengeringi luka.
Lalu waktu bukanlah obat pilu.
Disetiap inci kota itu adalah jalanan panjang kenangan lalu bersamamu.
Disetiap tepian malam kota itu adalah tinta hitam sejarah kelam duka bersamamu.
Disetiap lampu tiap sudut jalanan kota itu adalah kurcaci-kurcaci penguping sendu sedan bersamamu.
Disetiap rinai hujan kota itu adalah tangis terbahak-bahak para gemintang kala tanganmu menepis hadirku.
Disetiap derai debur ombak kota itu adalah hakim agung perpisahan kisah kita.
Lihatlah tuan
Angin tertawa begitu kencang mencaci tangisku pada kepergianmu.
Burung-burung camar tiada henti mengejekku kala masih kukenang selalu hadirmu.
Hancur sudah harapku tuan, kala kakimu kau teruskan melangkah lebih jauh dari perkiraanku.
Maaf wahai pujangga,
Hujan tak mampu menghapus duka.
Angin tak bisa meniup lara.
Mentari tak dapat mengeringi luka.
Lalu waktu bukanlah obat pilu.
Comments
In Channel