DiscoverRadio Rodja 756 AMIkhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir
Ikhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir

Ikhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir

Update: 2025-11-25
Share

Description



Ikhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Muqaddimah Tafsir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Nasrullah, M.A. pada Sabtu, 1 Jumadil Akhir 1447 H / 22 November 2025 M.















Kajian Islam Tentang Ikhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir







Kajian kita membahas tentang al-ikhtilaf (perbedaan pendapat) dan ijma’ (konsensus) para mufasir di dalam tafsir. Fokus utama pembahasan adalah tentang al-ikhtilaf, diikuti dengan pembahasan mengenai al-ijma’.







Al-Ijma’ adalah lawan dari al-ikhtilaf. Perbedaan pendapat atau perselisihan (al-ikhtilaf) merupakan keniscayaan dan hal yang wajar terjadi di kalangan ulama. Hal ini disebabkan setiap manusia memiliki akal dengan cara berpikir yang berbeda-beda. Setiap individu memiliki ide yang khas, sehingga perbedaan pendapat adalah sesuatu yang alamiah.







Namun, dalam syariat, agama kembali kepada dalil, bukan kembali kepada akal. Seandainya syariat didasarkan pada akal, maka ia akan senantiasa berubah seiring dengan perbedaan tempat dan zaman. Perubahan ini terjadi karena cara berpikir manusia yang beragam.







Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan sebuah syariat yang sempurna, syariat ini tidak akan berubah. Sejak diturunkannya Al-Qur’anul Karim dan diutusnya Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam 1400 tahun yang lalu, syariat telah sempurna.







Syariat ini berlaku terus-menerus hingga akhir zaman dan tidak akan berubah. Hal ini berbeda apabila syariat kembali kepada akal manusia, apalagi kepada perasaan yang bisa berubah-ubah.







Sebagai contoh, shalat magrib yang telah ditetapkan tiga rakaat sejak diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hingga saat ini tetap tiga rakaat. Tidak perlu ada penambahan, meskipun secara akal atau perasaan mungkin ada yang berpendapat bahwa menambah satu rakaat akan lebih baik.







Dalam syariat, penambahan satu rakaat pada shalat fardhu secara sengaja tidak diperbolehkan dan dapat membatalkan shalat.







Begitu pula dalam urusan ibadah lainnya. Jika sebuah syariat atau ajaran ditambah-tambahi, seiring berjalannya waktu, penambahan tersebut akan terus berubah di tempat dan zaman yang berbeda. Misalnya, amalan berdzikir dengan menggerakkan badan atau sambil berdiri dan berputar, akan menimbulkan berbagai macam variasi di setiap tempat dan masa. Oleh karena itu, semua umat Islam wajib kembali kepada petunjuk dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.







Dengan kembali kepada petunjuk Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hakikatnya umat telah bersatu dan menjauhi perselisihan. Sebaliknya, memunculkan ajaran baru akan menimbulkan perselisihan, karena setiap golongan akan membuat ajaran baru yang berbeda-beda.







Jika seluruh umat sepakat untuk kembali kepada ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, perselisihan akan berkurang. Kenyataan yang terjadi, terkadang ketika kaum muslimin berupaya kembali kepada ajaran Nabi, justru muncul anggapan bahwa upaya tersebut dianggap sebagai pemecah belah umat.







Perbedaan Pendapat yang Dibenarkan







Sesungguhnya perselisihan adalah hal yang wajar dan tidak masalah ketika semua pihak kembali kepada kebenaran (petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), tetapi terjadi perbedaan dalam memahami petunjuk tersebut.






Comments 
loading
00:00
00:00
1.0x

0.5x

0.8x

1.0x

1.25x

1.5x

2.0x

3.0x

Sleep Timer

Off

End of Episode

5 Minutes

10 Minutes

15 Minutes

30 Minutes

45 Minutes

60 Minutes

120 Minutes

Ikhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir

Ikhtilaf dan Ijma’ dalam Tafsir

info@rodja.co.id (Radio Rodja 756AM)