Kedudukan Syukur dalam Agama Islam
Update: 2025-09-23
Description
Kedudukan Syukur dalam Agama Islam merupakan kajian Islam yang disampaikan oleh: Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Amalan-Amalan Hati. Kajian ini disampaikan pada Jumat, 26 Rabiul Awwal 1447 H / 19 September 2025 M.
Kajian Tentang Kedudukan Syukur dalam Agama Islam
Pada kajian ini, dibahas tentang ‘amalul qulub (amalan-amalan hati) yang secara spesifik berkaitan dengan asy-syukru, yaitu kedudukan syukur dalam agama Islam. Kesyukuran merupakan bagian penting dari amalan hati.
Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan urgensi syukur, hakikatnya, serta keutamaannya. Beliau menyebutkan bahwa kedudukan syukur dalam Islam termasuk di antara tingkatan-tingkatan ubudiyah yang tertinggi.
Beliau berkata bahwa syukur lebih tinggi kedudukannya dibanding keridhaan, sebagaimana pernah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Bahkan, keridhaan seseorang kepada Allah atas segala takdir-Nya termasuk bagian dari syukur itu sendiri. Mustahil seseorang dapat merealisasikan syukur tanpa adanya keridhaan. Dengan kata lain, keridhaan dan syukur saling bertautan.
Ibnul Qayyim juga menyebutkan bahwa syukur merupakan separuh dari keimanan. Sebagaimana pernah dijelaskan, iman terbagi menjadi dua bagian: syukur dan sabar.
Kesabaran mencakup tiga hal: sabar dalam ketaatan, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan, dan sabar dalam menghadapi cobaan. Adapun separuh iman yang lain adalah syukur.
Allah ﷻ memerintahkan hamba-Nya untuk bersyukur dalam firman-Nya:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari-Ku.” (QS. Al-Baqarah [2]: 152)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memuji orang-orang yang bersyukur karena mereka merupakan orang-orang spesial. Karena sedikit dari hamba-hamba Allah yang bersyukur.
وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’ [34]: 13)
Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan manusia tidak bersyukur. Ibnul Qayyim menjelaskan sebabnya, yaitu karena kesyukuran memiliki pilar-pilar utama yang harus dipahami dan dihadirkan dalam kehidupan sehari-hari.
Juga di antara keutamaan syukur adalah Allah menjadikannya sebagai tujuan dari penciptaan dan perintah-Nya. Allah berfirman:
…وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan bersyukurlah atas nikmat Allah, jika hanya kepada-Nya kalian menyembah.” (QS. An-Nahl [16]: 114)
Allah memerintahkan kita untuk mensyukuri nikmat-Nya jika kita beribadah kepada-Nya. Kesyukuran kepada Allah merupakan bukti penghambaan. Allah juga akan memberikan balasan terbaik kepada orang-orang yang bersyukur.
Selain itu, Allah menjadikan syukur sebagai sebab ditambahkannya nikmat. Allah berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Oleh karena itu, benar apa yang disampaikan Imam Ibnu Qayyim bahwa syukur merupakan salah satu tingkatan ubudiyah yang tertinggi.
Comments
In Channel